Hukum Tata Negara Indonesia

   





TUGAS HUKUM KONSTITUSI :

"HUKUM TATA NEGARA INDONESIA"

DISUSUN OLEH:
Nama          :  Mita Ayu Lestari
NIM             : 02011381621311
Kelas           : Konstitusi kelas B
Fakultas      : Hukum 
Prodi           : Ilmu Hukum 
Universitas : Sriwijaya Kampus Palembang



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena hanya dengan rahmat dan kasihnya tugas blog ini bisa terselesaikan. Blog ini ditulis untuk memenuhi tugas matakuliah Hukum Konstitusi dengan judul “HUKUM TATA NEGARA INDONESIA”. Saya selaku penulis mohon maaf apabila dalam penyusunan tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan,maka dari itu kritik dan saran sangat saya harapkan untuk kesempurnaan karya selanjutnya.

Penulis,
10 November 2017
Pendahuluan

              Ilmu tentang negara sudah didiskusikan sejak zaman Yunani Kuno. Plato dan Aristoteles merupakan peletak dasar dari ilmu tentang negara, yang memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap pemikir-pemikir sesudahnya. Mereka mengembangkan refleksi kritis tentang pengelolaan negara di zamannya sebagai respon atas kebutuhan umat manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Negara ideal yang dibayangkan oleh mereka terbangun dalam konsep-konsep filosofis terbentuknya negera. Plato menulis tentang bentuk negara yang ideal dalam bukunya Politeia dalam bentuk Negara Kota (polis). Menurut Plato, pemimpin negara yang ideal adalah seorang filsuf. Sedangkan Aristoteles melihat negara lebih riil lagi. Dengan meneliti konstitusi yang berlaku dalam polis-polis di Yunani, Aristoteles membedakan tiga bentuk negara, yaitu monarkhi,aristokrasi, dan politeia sebagai bentuk negara yang sempurna. Dengan perspektif yang berbeda, Santo Augustinus berpandangan bahwa negara harus disesuaikan dengan ajaran-ajaran agama. Karena itu, negara ideal menurut Santo Augustinus adalah negara Tuhan (The City Of God). Ilmu tentang Negara mengalami dinamika seiring perubahan-perubahan politik di suatu negara. Kajian yang mendalami Negara dapat ditemukan dalam Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Ilmu Negara, Ilmu Politik, dan lain-lain. Pada dasarnya, Ilmu Negara adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki pokok-pokok dan pengertian tentang negara. Ilmu negara tidak mementingkan bagaimana caranya hukum itu harus diajalankan, karena Ilmu Negara mementingkan teoretisnya. Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara lebih mementingkan nilai-nilai praktisnya. Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara meneliti hukum positif yang berlaku di suatu negara. Hukum Administrasi Negara seringkali dipahami sebagai Hukum Tata Negara dalam arti sempit berdasarkan pertimbangan manfaat. Hukum Administrasi Negara menghendaki bagaimana caranya negara dan organisasinya melaksanakan tugasnya. 


Rumusan Masalah 

Masalah yang dibahas dalam tulisan ini adalah :
1.      Apa itu ilmu hukum tata negara?
2.      Apa itu hukum tata Negara?
3.     Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia 
4.      Apa saja ruang lingkup Hukum tata Negara?
5.      Sumber hukum tata Negara?
6.      Sumber Hukum Tata Negara Indonesia 
Tujuan Penulisan 
Tujuan dari penulisan tulisan ini adalah :
1.      Dapat mengetahui apa itu Hukum tatanegara
2.      Dapat mengetahui apa saja aspek yang dibahas dalam Hukum tata Negara
3.      Kita dapat mempelajari secara mendalam semua pembahasan Hukum tatanegara
4.      Mengetahui Sumber hukum tata Negara dan Sumber Hukum Tata Negara Indonesia 

IA. Ilmu Hukum Tata Negara

1.      Peristilahan

Ilmu Hukum Tata Negara adalah salah satu cabang ilmu hukum yang secara khusus mengkaji persoalan hukum dalam konteks kenegaraan. Dalam bahasa Perancis, hukum tata negara disebut Droit Constitutionnel atau dalam bahasa Inggris disebut Constitutional Law. Dalam bahasa Belanda dan Jerman, hukum tata negara disebut Staatsrecht, tetapi dalam bahasa Jerman sering juga dipakai istilah verfas- sungsrecht (hukum tata negara) sebagai lawan perkataan verwaltungsrecht (hukum administrasi negara).
Dalam bahasa Belanda, untuk perkataan hukum tata negara juga biasa dipergunakan istilah staatsrecht atau hukum negara (state law). Dalam istilah staatsrecht itu terkandung 2 (dua) pengertian, yaitu staatsrecht in ruimere zin (dalam arti luas), dan staatsrecht in engere zin (dalam arti sempit). Staatsrecht in engere zin atau Hukum Tata Negara dalam arti sempit itulah yang biasa- nya disebut Hukum Tata Negara atau Verfassungsrecht yang dapat dibedakan antara pengertian yang luas dan yang sempit. Hukum Tata Negara dalam arti luas (in ruimere zin) mencakup Hukum Tata Negara (verfas- sungsrecht) dalam arti sempit dan Hukum Administrasi Negara (verwaltungsrecht).  Prof.   Dr.   Djokosoetono   lebih menyukai  peng-gunaan verfassungslehre daripada verfassungsrecht. Istilah yang tepat untuk Hukum Tata Negara sebagai ilmu (con- stitutional law) adalah Verfassungslehre atau teori kons- titusi. Verfassungslehre inilah yang nantinya akan men- jadi dasar untuk mempelajari verfassungsrecht, terutama mengenai hukum tata negara dalam arti positif, yaitu hukum tata negara Indonesia.
Istilah “Hukum Tata Negara” dapat dianggap identik dengan pengertian “Hukum Konstitusi” yang merupakan terjemahan langsung dari perkataan Consti- tutional Law (Inggris), Droit Constitutionnel (Perancis), Diritto Constitutionale (Italia), atau Verfassungsrecht (Jerman). Dari segi bahasa, istilah Constitutional Law dalam bahasa Inggris memang biasa diterjemahkan se- bagai “Hukum Konstitusi”. Namun, istilah “Hukum Tata Negara” itu sendiri jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, niscaya perkataan yang dipakai adalah Con- stitutional Law. Oleh karena itu, Hukum Tata Negara dapat dikatakan identik atau disebut sebagai istilah lain belaka dari “Hukum Konstitusi”. Hukum Konstitusi dipahami lebih sempit daripada Hukum Tata Negara.
Perkataan “Hukum Tata Negara” berasal dari per- kataan “hukum”, “tata”, dan “negara”, yang di dalamnya dibahas mengenai urusan penataan negara. Tata yang terkait dengan kata “tertib” adalah order yang biasa juga diterjemahkan sebagai “tata tertib”. Tata negara berarti sistem penataan negara, yang berisi ketentuan mengenai struktur kenegaraan dan substansi norma kenegaraan. Dengan perkataan lain, ilmu Hukum Tata Negara dapat dikatakan merupakan cabang ilmu hukum yang membahas mengenai tatanan struktur kenegaraan, mekanisme hubungan antar struktur-struktur organ atau struktur kenegaraan, serta mekanisme hubungan antara struktur negara dengan warga negara.
Hanya  saja,  yang  dibahas  dalam  Hukum   Tata Negara atau Hukum Konstitusi itu sendiri hanya terbatas pada hal-hal yang berkenaan dengan aspek hukumnya saja. Oleh karena itu, lingkup bahasannya lebih sempit daripada Teori Konstitusi sebagaimana yang dianjurkan untuk dipakai oleh Prof. Dr. Djokosoetono, yaitu Verfas- sungslehre atau Theorie der Verfassung. Istilah Verfas- sungslehre itu, menurut Djokosoetono lebih luas dari- pada Verfassungsrecht. Theorie der Verfassung lebih luas daripada Theorie der Verfassungsrecht. Untuk ke- pentingan ilmu pengetahuan, Djokosoetono menganggap lebih tepat untuk menggunakan istilah “Teori Konstitusi” daripada “Hukum Konstitusi” ataupun “Hukum Tata Ne- gara”. Sebab yang dibahas di dalamnya adalah persoalan konstitusi dalam arti yang luas dan tidak hanya terbatas kepada aspek hukumnya, maka yang lebih penting ada- lah Theorie der Verfassung atau Verfassunglehre (Teori Konstitusi), bukan Theorie der Verfassungsrecht, The- orie der Constitutionnel Recht (Teori Hukum Konstitusi atau Teori Hukum Tata Negara), ataupun Theorie der Gerundgesetz (Teori Undang-Undang Dasar).
Konstitusi atau verfassung itu sendiri, menurut Thomas Paine dibuat oleh rakyat untuk membentuk pe- merintahan, bukan sebaliknya ditetapkan oleh peme- rintah untuk rakyat. Bahkan, lebih lanjut dikatakan oleh Paine bahwa “A constitution is a thing antecedent to a government and a government is only the creature of a constitution. Konstitusi itu mendahului pemerintahan, karena pemerintahan itu justru dibentuk berdasarkan konstitusi. Oleh karena itu, konstitusi lebih dulu ada daripada pemerintahan.
Pengertian bahwa konstitusi mendahului peme- rintahan tetap berlaku, meskipun dalam praktik banyak negara sudah lebih dulu diproklamasikan baru undang- undang dasarnya disahkan. Misalnya, the Federal Con-stitution of the United States of America baru disahkan pada tanggal 17 September 1787, yaitu 11 tahun setelah deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat dari Inggris pada tanggal 4 Juli 1776. Bekas negara federasi Uni Soviet mengesahkan undang-undang dasarnya (Konsti- tusi Federal) pada tahun 1924, setelah 2 tahun ber- dirinya, yaitu pada 30 Desember 1922.21 Kerajaan Belan- da yang sekarang juga baru mengesahkan Grondwet pada tanggal 2 Februari 1814, yaitu setelah 2 bulan dan 11 hari sejak proklamasi kemerdekaannya dari Perancis pada tanggal 21 November 1813. Republik Indonesia sen- diri yang sudah diproklamasikan sebagai negara merdeka dan berdaulat pada tanggal 17 Agustus 1945, baru mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945.

B. Definisi Hukum Tata Negara

Berbagai pandangan para sarjana mengenai definisi hukum tata negara itu dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut:

a.      Christian van Vollenhoven
Menurut van Vollenhoven, hukum tata negara mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masya- rakat hukum bawahan menurut tingkatan-tingkatannya, yang masing-masing menentukan wilayah atau lingku- ngan rakyatnya sendiri-sendiri, dan menentukan badan- badan dalam lingkungan masyarakat hukum yang ber- sangkutan beserta fungsinya masing-masing, serta menentukan pula susunan dan kewenangan badan-badan yang dimaksud.
Sebagai murid Oppenheim, van Vollenhoven juga mewarisi pandangan gurunya itu yang membedakan an- tara hukum tata negara dan hukum administrasi negara. Pembedaan itu digambarkannya dengan perumpamaan dalam hukum tata negara, melihat negara dalam keadaan diam (in rust), sedangkan dalam hukum administrasi negara, melihat negara dalam keadaan bergerak (in beweging).

b.      Paul Scholten
Menurut Paul Scholten, hukum tata negara itu tidak lain adalah het recht dat regelt de staatsorgani- satie, atau hukum yang mengatur mengenai tata organisasi negara. Dengan rumusan demikian, Scholten hanya menekankan perbedaan antara organisasi negara dari organisasi non-negara, seperti gereja dan lain-lain. Scholten sengaja membedakan antara hukum tata negara dalam arti sempit sebagai hukum organisasi negara di satu pihak dengan hukum gereja dan hukum perkum- pulan perdata di pihak lain dengan kenyataan bahwa kedua jenis hukum yang terakhir itu tidak memancarkan otoritas yang berdiri sendiri, melainkan suatu otoritas
yang berasal dari negara. Jika yang diatur adalah orga- nisasi negara, maka hukum yang mengaturnya itulah yang disebut sebagai hukum tata negara (constitutional law). Mengenai hubungan antara organisasi negara de- ngan warga negara, seperti mengenai soal hak asasi manusia, belum dipertimbangkan oleh Paul Scholten.

c.  van der Pot
Menurut van der Pot, hukum tata negara adalah peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan beserta kewenangannya masing-masing, hubungannya satu sama lain, serta hubungannya dengan individu warga negara dalam kegiatannya.Pandangan van der Pot ini mencakup pengertian yang luas, di sam- ping mencakup soal-soal hak asasi manusia, juga men- jangkau pula berbagai aspek kegiatan negara dan warga negara yang dalam definisi sebelumnya dianggap sebagai objek kajian hukum administrasi negara.

d.  J.H.A. Logemann
Mirip dengan pendapat Paul Scholten, menurut J.H.A. Logemann, hukum tata negara adalah   hukum yang mengatur organisasi negara. Negara adalah organi- sasi jabatan-jabatan.  Jabatan merupakan pengertian yuridis dari fungsi, sedangkan fungsi merupakan pengertian yang bersifat sosiologis. Karena negara merupakan organisasi yang terdiri atas fungsi-fungsi dalam hubu- ngannya satu dengan yang lain maupun dalam keseluru- hannya, maka dalam pengertian juridis, negara merupa- kan organisasi jabatan. Hukum tata negara meliputi baik persoonsleer maupun gebiedsleer, dan merupakan suatu kategori historis, bukan kategori sistematis. Artinya, hu- kum tata negara itu hanya bersangkut-paut dengan geja- la historis negara.

e.  van Apeldoorn
Hukum tata negara (verfassungsrecht) dise- butkan oleh van Apeldoorn sebagai staatsrecht dalam arti yang sempit. Sedangkan dalam arti yang luas, staatsrecht meliputi pula pengertian hukum administrasi negara (verwaltungsrecht atau administratiefsrecht). Sebenarnya, van Apeldoorn sendiri dalam karya- karyanya tidak banyak membahas soal-soal yang berkenaan dengan hukum tata negara (ver- fassungsrecht), kecuali mengenai tugas-tugas dan ke- wenangan atau kewajiban dan hak-hak alat-alat per- lengkapan negara. Dalam berbagai bukunya, van Apel- doorn malah tidak menyinggung sama sekali mengenai pentingnya persoalan kewarganegaraan dan hak asasi manusia.

f.  Mac-Iver
Hukum Tata Negara (constitutional law) adalah hukum yang mengatur negara, sedangkan hukum yang oleh negara dipergunakan untuk mengatur sesuatu selain negara disebut sebagai hukum biasa (ordinary law).
Menurut Mac Iver:

“... within the sphere of the State, there are two kinds of law. There is the law which governs the state and there is the law by means of which the state governs. The former is constitutional law, the latter we may for the sake of distinction call ordinary law”.

Baginya, hanya ada dua golongan hukum, yaitu hukum tata negara atau constitutional law dan hukum yang bukan hukum tata negara, yaitu yang disebutnya sebagai ordinary law. Hukum Tata Negara (Constitu- tional Law) merupakan hukum yang memerintah ne- gara, sedangkan Hukum Biasa (Ordinary Law) dipakai oleh negara untuk memerintah.

g.  Wade and Phillips
Dalam bukunya “Constitutional Law” yang terbit pada tahun 1939, Wade and Phillips merumuskan “Constitutional law is ... body of rules which prescribes
(a) the structure, (b) the functions of the organs of central and local government”. Dalam buku yang sama terbitan tahun 1960, dinyatakan:
In the generally accepted of the term it means the rules which regulate the structure of the principal organs of government and their relationship to each other, and determine their principal functions”.
Dalam kedua rumusan tersebut, Wade and Phillips, yang bukunya terkenal sebagai buku teks yang sangat luas dipakai di Inggris, menentukan bahwa hu- kum tata negara mengatur alat-alat perlengkapan ne gara, tugas dan wewenangnya, serta mekanisme hu- bungan di antara alat-alat perlengkapan negara itu. Dengan perkataan lain, Wade and Phillips juga tidak mencantumkan pentingnya persoalan kewarganegaraan dan hak asasi manusia sebagai objek kajian hukum tata negara.

h.  Paton George Whitecross
Dalam bukunya yang berjudul Textbook of Juris- prudence”, Paton George Whitecross merumuskan bahwa “Constitutional law deals with the ultimate ques- tions of distribution of legal power and the functions of the organs of the state”. Hukum Tata Negara itu berhu- bungan dengan persoalan distribusi kekuasaan hukum dan fungsi organ-organ negara. Lebih jauh, ia menyatakan:
In a wide sense, it includes admistrative law, but it is convenient to consider as a unit for many purposes of the rules which determine the organzation, power, and duties of administrative authorities”.

Dalam arti luas, Hukum Tata Negara itu meliputi juga pengertian Hukum Administrasi Negara, tetapi untuk lebih mudahnya, Hukum Tata Negara itu dapat dianggap sebagai suatu cabang ilmu yang dapat dipakai untuk berbagai macam kegunaan hukum yang menen- tukan organisasi, kekuasaan, dan tugas-tugas otoritas administrasi.

i.  Maurice Duverger
Menurut sarjana Perancis, Maurice Duverger, hukum tata negara adalah salah satu cabang hukum publik yang mengatur organisasi dan fungsi-fungsi po- litik suatu lembaga negara. Seperti halnya para sarjana lainnya, Maurice Duverger juga hanya memberikan te- kanan pada aspek keorganisasian serta tugas-tugas dan kewenangan lembaga-lembaga sebagai alat perlengkapan negara. Hal yang lebih diutamakan oleh Maurice Du- verger dalam definisi yang dikembangkannya tersebut adalah bahwa hukum tata negara itu (droit constitu- tionnel) termasuk cabang hukum publik.

j.    Kusumadi Pudjosewojo
Kusumadi Pudjosewojo, dalam bukunya “Pedo- man Pelajaran Tata Hukum Indonesia”  merumuskan de- finisi yang panjang tentang Hukum Tata Negara. Menu- rutnya, Hukum Tata Negara adalah hukum yang me- ngatur bentuk negara dan bentuk pemerintahan, yang menunjukkan masyarakat hukum yang atasan maupun yang bawahan, beserta tingkatan-tingkatannya yang se- lanjutnya menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat dari masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukkan alat-alat perlengkapan yang memegang kekuasaan penguasa dari masyarakat hukum itu, beserta susunan, wewenang, tingkatan imbangan dari dan antara alat perlengkapan itu.

Setelah mempelajari rumusan-rumusan definisi tentang Hukum Tata Negara dari berbagai sumber ter- sebut di atas, dapat diketahui bahwa di antara para ahli tidak terdapat kesatuan pendapat mengenai hal ini. Dari pendapat yang beragam itu kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya:

(a)   hukum tata negara itu adalah ilmu yang termasuk salah satu cabang ilmu hukum, yaitu hukum ke- negaraan yang berada di ranah hukum publik;

(b)   definisi hukum tata negara telah dikembangkan oleh para ahli sehingga tidak hanya mencakup kajian me- ngenai organ negara, fungsi dan mekanisme hu- bungan antar organ negara itu, tetapi mencakup pula persoalan-persoalan yang terkait dengan mekanisme hubungan antara organ-organ negara itu dengan warga negara;
hukum tata negara tidak hanya merupakan Recht atau hukum dan apalagi hanya sebagai Wet atau norma hukum tertulis, tetapi juga adalah lehre atau teori, sehingga pengertiannya mencakup apa yang disebut sebagai verfassungsrecht (hukum konstitusi) dan sekaligus verfassungslehre (teori konstitusi); dan

(c)   hukum tata negara dalam arti luas mencakup baik hukum yang mempelajari negara dalam keadaan diam (staat in rust) maupun yang mempelajari negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging).

Oleh sebab itu, saya sendiri berpendapat ke dalam pengertian hukum tata negara itu harus dimasukkan pula faktor konstitusi sebagai objek kajian yang pokok. Konstitusi, baik dalam arti materiel, formil, administratif, ataupun tekstual, dalam arti collective minds ataupun dalam arti civic behavioral realities, adalah pusat perhatian yang sangat penting dari ilmu hukum tata negara atau the study of the constitutional law. Konstitusi yang dijadikan objek kajian itu dapat mencakup tiga pengertian, yaitu:

(a)   Constitutie in materiele zin yang dikualifikasikan karena isinya, misalnya berisi jaminan hak asasi, bentuk negara, dan fungsi-fungsi pemerintahan, dan sebagainya;
(b)   Constitutie in formele zin yang dikualifikasikan karena pembuatnya, misalnya oleh MPR; atau
(c)   Konstitusi dalam arti naskah Grondwet sebagai geschreven document, misalnya harus diterbitkan dalam Lembaran Negara, supaya dapat menjadi alat bukti dan menjamin stabilitas satu kesatuan sistem rujukan.

Di samping itu, konstitusi yang dijadikan objek kajian itu dapat berupa nilai-nilai dan norma yang terkandung dalam teks konstitusi itu sendiri, ataupun nilai-nilai dan norma yang hidup dalam kesadaran kog nitif atau collective minds dan perilaku segenap warga negara (civic behaviors). Oleh karena itu, menurut pen- dapat saya, hukum tata negara itu haruslah diartikan sebagai hukum dan kenyataan praktik yang mengatur tentang:

1)      nilai-nilai luhur dan cita-cita kolektif rakyat suatu negara;
2)     format kelembagaan organisasi negara;
3)     mekanisme hubungan antar lembaga negara; dan
4)     mekanisme hubungan antara lembaga negara dengan warga negara.

Dengan demikian, Ilmu Hukum Tata Negara dapat dirumuskan sebagai cabang ilmu hukum yang mempelajari prinsip-prinsip dan norma-norma hukum yang tertuang secara tertulis ataupun yang hidup dalam kenyataan praktik kenegaraan berkenaan dengan (i) konstitusi yang berisi kesepakatan kolektif suatu komunitas rakyat mengenai cita-cita untuk hidup ber- sama dalam suatu negara, (ii) institusi-institusi ke- kuasaan negara beserta fungsi-fungsinya, (iii) me- kanisme hubungan antar institusi itu, serta (iv) prinsip- prinsip hubungan antara institusi kekuasaan negara dengan warga negara. Keempat unsur dalam definisi hukum tata negara tersebut di atas, pada pokoknya adalah hakikat konstitusi itu sendiri sebagai objek utama kajian hukum tata negara (constitutional law).

 SEJARAH KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

2.1 Lahirnya Negara Republik Indonesia

Negara Republik Indonesia lahir pada tanggal 17 Agustus 1945, melalui pernyataan prokiamasi kemerdekaan Indonesia oleh Dung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia. Dengan demikian, sejak saat itu (17-8-1945) telah lahir negara baru, yaitu negara Republik Indonesia dan bersamaan dengan itu berdiri pula tata hukum dan tata negara Indonesia sendiri.
2.2. Lahirnya Pemerintahan Indonesia

Pada tanggal 29 April 1945 pemerintah bala tentara Jepang di Jakarta membentuk suatu badan yang diberi nama Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik Usah usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Ir. So karno, Drs. Muhammad Hatta, Mr. A.A. Maramis, A Kusno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakir, Haji Agus Sali Mr. Achmad Subardjo, KHA. Wahid Hasjim, dan Mr. Muhammad Yamin.anggal 22 Juni 1945 BPUPKI berha meryusun naskah rancàngan Pembukaan UUD 1945 da tanggai 16 Juli 1945 selesai menyusun naskah rancangan UUD 1945 Setelah itu BPUPKI dibubarkan. Tanggal 9 Agustus 1945 dibentuk badan baru dengan nama Dokurit Zyunbi Iinkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonsia (PPKI) . PPKI menyaksikan pula pembacaan naskah proklamasi oleh Bung Karno pada tanggal. 17 Agustus 1945. Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI bersidang dan hasilnya menetapkan :
a)      Pembukaan UTD 1945.
b)      Undang-Undang Dasar 1945 sebagai UUD negara Republik Indonesia.
c)      Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta masing-masing sebagai Presiden dan   Wakil Presiden      Republik Indonesia.
d)      Pekerjaan presiden untuk sementara dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI bersidang lagi dan hasilnya menetapkan:
a)      Membentuk 12 Departemen Pemerintahan.
b)      Membagi wilayah Republik Indonesia menjadi 8 propinsi dan tiap propinsi dibagi menjadi karesidenan-karesidenan.
Dengan selesainya sidang PPKI tanggal 18 dan 19 Agustus 1945 dengan hasil seperti tersebut di atas, secara formal negara Republik Indonesia telah memenuhi semua unsur yang diperlukan untuk terbentuknya suatu organisasi negara yaitu adanya rakyat, wilayah, kedaulatan, dan pemerintahan, serta mempunyai tujuan negara.
2.3. Sistem Pemerintahan di Indonesia

Pengertian tentang sistem pemerintahan adalah sama dengan pengertian tentang bentuk pemerintahan. Pengertian tentang bentuk pemerintahan adalah suatu sistem yang berlaku, yang menentukan bagaimana hubungan antar alat perlengkapan negara yang diatur oleh konstitusinya
Ada tiga macam sistem pemerintahan:
1.      Sistem pemerintahan parlementer adalah suatu sistem pemerintahan di mana hubungan antara pemegang kekuasaan eksekutif dan parlemen sangat erat.
2.      Sistem pemerintahan presidensil ialah sistem pemerintahan yang memisahkan secara tegas badan legislatif, ba dan eksekutif, dan badan yudikatif.
3.      Sistem pemerintahan dengan pengawasan langsung oleh rakyat terhadap badan legislatif. Maksudnya, dalam sistem pemerintahan seperti ini parlemen tunduk kepada kontrol langsung dan rakyat. Kontrol tersebut dilaksanakan dengan cara :
a)      Referendum, Ada tiga macam referendum, yaitu:
1)      Referendum Obligator
2)      Referendum Fakultatif
3)      Referendum Konsultatif
b)      Usul inisiatif rakyat, yaitu hak rakyat untuk mengajukan suatu rancangan undang-undang kepada parlemen dan pemerintah.
Sistem pemerintahan menurut UUD yang pernah berlaku di Republik Indonesia:
a.       Menurut Konstitusi RIS.
b.      Menurut UUDS 1950.
c.       Menurut UUD 1945.

RUANG LINGKUP KAJIAN HTN

Dalam kepustakaan Belanda perkataan Staatsrecht, dalam bahasa istilah inggeris dikenal dengan “constitusional law” bahasa prancis droit constitusionnel (hukum Tata Negara) mempunyai dua macam arti, Pertama sebagai staatsrechtswetenschap (Ilmu Hukum Tata Negara) kedua sebagai Positif staatsrecht (hukum tata Negara posistif).
Sebagai ilmu HTN ; HTN mempunyai obyek penyelidikan dan mempunyai metode penyelidikan, sebagaimana dikatakan Burkens; bahwa obyek penyelidikan Ilmu HTN adalah system pengambilan keputusan dalam Negara sebagaimana distrukturkan dalam hukum (tata) positif. Seperti UUD (konstitusi), UU, peraturan tata tertib berbagai lembaga-lembaga negara.
Kedua, positif staatsrecht (hukum tata Negara positif) yaitu ada berbagai sumber hukum yang dapat kita kaji, HTN positi mempunyai beberapa sumber hukum ; 1) hk. Tertulis, 2) Hk. Tak tertulis, 3) yurispridensi 4) Pendapat Pakar Hukum Sedangkan Hukum tata negara adalah sekumpulan peraturan hukum yang mengatur dari pada Negara.
Menurut A.M. Donner (guru besar belanda; bahwa obyek penyelidikan ilmu HTN yaitu penerobosan Negara dengan HUkum “ de doordringing van de staat met het recht” artinya Negara sebagai organisasi kekuasaan/jabatan/rakyat) diterobos oleh aneka ragam Hukum.
Objek Kajiannya adalah:
1.      Konstitusi sebagai hokum dasar beserta berbagai aspek mengenai erkembangannya dalam sejarah kenedaraan yang bersangkutan, proses pembentukannya dan perubahanyan, kekuatan mengikatnya dalam peraturan perundang undangan, cakupan substansinya, ataupun muatan isinya sebagai hokum dasar yang tertulis
2.      Pola pola dasar ketatanegaraan yang dianut dan dijadikan acuan bagi perorganisasian institusi, pembentukan dan penyelenggaraan organisasi Negara, serta mekanisme kerja organisasi oeganisasi Negara dalam menjalankan fungsi fungsi pemerintahan dan pembangunan.
3.      Struktur kelembagaan  Negara dan mekenisme hubungan antar organ organ kelembagaan Negara, baik secara vertical maupun secara horizontal.
4.      Prinsip prinsip kewarga negaraan dab hubungan antara Negara dengan warga Negara beserta hak hak dan kewajiban asasi  manusia, bentuk bentuk prosedur penganbilan putusan hakim, serta mekanisme melawan putusan hakim.
Sedangkan ilmu HTN dalam arti sempit menyelidiki :
1. jabatan apa yang terdapat dalam suatu Negara
2. siapa yang mengadakan
3. bagaimana cara melengkapi mereka dengan pejabat-pejabat
4. apa yang menjadi tugasnya
5. apa yang menjadi wewenangnya
6. perhubungan kekuasaan satu sama lain
7. di dalam batas-batas apa organisasi Negara. Dan bagaimana menjalankan tugasnya.
Dalam membagi HTN dalam arti luas itu dibagi atas dua golongan hukum, yaitu :
1. Hukum tata Negara dalam arti sempit
2. hukum tata usaha Negara administrative recht)
menurut Van Volenhoven membagi HTN atas golongan :
1. hukum pemerintahan (berstuurecht)
2. hukum peradilan (justitierecht ) :peradilan ketatanegaraan , peradilan perdata. Peradilan tata usaha, peradilan pidana
3. Hukum kepolisian (politierecht)
4. hukum perundang-undangan (regelaarecht)
Sumber Hukum Tata Negara

1. Pengertian Sumber Hukum

Sumber hukum memilki istilah yang berbeda-beda, tergantung sudut pandang mana sumber hukum itu dilihat. Paton George Whitecross, dalam bukunya Textbook of Jurisprudence mengatakan bahwa istilah sumber hukum itu mempunyai banyak arti yang sering menimbulkan kesalahan-kesalahan kecuali kalau diteliti dengan seksama mengenai arti tertentu yang diberikan kepadanya dalam pokok pembicaraan (sudut pandang) tertentu.

Utrecht sendiri mengatakan, bahwa kebanyakan para ahli memberikan istilah sumber hukum berdasarkan sudut pandang keilmuannya. Pertama, sumber hukum ditinjau dari sudut pandang ahli sejarah, sumber hukum memiliki arti; (1) sumber hukum dalam arti pengenalan hukum, (2) sumber hukum dalam arti sumber dari mana pembentukan ikatan hukum memperoleh bahan dan dalam arti sistem-sistem hukum dari mana tumbuh hukum positif suatu negara. Sumber hukum ini berfungsi untuk menyelidiki perkembangan hukum dari masa ke masa sehingga akan diketahui perkembangan, pertumbuhan, dan perubahan-perubahan antara hukum yang berlaku di suatu negara.

Kedua, sumber hukum ditinjau dari sudut para ahli filsafat. Menurut ahli filsafat sumber hukum diartikan sebagai; (1) Sumber hukum untuk menentukan isi hukum, apakah isi hukum itu sudah benar, adil sebagaimana mestinya ataukah masih terdapat kepincangan dan tidak ada rasa keadilan, (2) Sumber untuk mengetahui kekuatan mengikat hukum, yaitu untuk mengetahui mengapa orang taat kepada hukum.

Ketiga, sumber hukum ditinjau dari sudut pandang sosiolog dan Antropolog budaya. Menurut ahli ini yang dianggap sebagai sumber hukum adalah keadaan masyarakat itu sendiri dengan segala lembaga sosial yang ada didalamnya, bagaimana kehidupan sosial budayanya suatu lembaga-lembaga sosial didalamnya.

Keempat, sumber hukum ditinjau dari sudut pandang keagamaan (religius). Menurut sudut pandang agama, yang merupakan sumber hukum adalah kitab-kitab suci atau ajaran agama itu.


Kelima, sumber hukum ditinjau dari sudut ahli ekonomi, yang menjadi sumber hukum adalah apa yang tampak di lapangan ekonomi.

Keenam, sumber hukum ditinjau dari sudut para ahli hukum. Menurut ahli hukum sumber hukum memiliki arti; (1) Sumber hukum formal, yaitu sumber hukum yang dikenal dalam bentuknya. Karena bentuknya itulah sumber hukum formal diketahu dan ditaati sehingga hukum berlaku. Misalnya undang-undang, kebiasaan, traktat, yurisprudensi, dan pendapat ahli hukum (doktrin). (2) Sumber hukum materil, yaitu sumber hukum yang menentukan isi hukum. Sumber hukum materil diperlukan ketika akan menyelidiki asal usul hukum dan menentukan isi hukum.

Sumber hukum adalah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.

Dalam ilmu pengetahuan hukum, pengertian sumber hukum digunakan dalam beberapa pengertian oleh para ahli dan penulis. Pertama, sumber hukum dalam pengertian sebagai asalnya hukum ialah berupa keputusan penguasa yang berwenang untuk memberikan keputusan tersebut. Artinya keputusan itu haruslah berasal dari penguasa yang berwenang untuk itu. Kedua, sumber hukum dalam pengertian sebagai tempat ditemukannya peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Bentuknya berupa undang-undang, kebiasaan, traktat, yurisprudensi atau doktrin dan terdapatnya dalam UUD 1945, ketetapan MPR, UU, Perpu, PP, Kepres dan lainnya. Ketiga, sumber hukum dalam pengertian sebagai hal-hal yang dapat atau seyogyanya memengaruhi kepada penguasa didalam menentukan hukumnya. Misalnya keyakinan akan hukumnya, rasa keadilan, ataupun perasaan akan hukum.

 Sumber Hukum Tata Negara Indonesia

Menurut pasal 1 Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan menentukan, bahwa:

a. Sumber Hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk menyusun peraturan perundang-undangan.
b. Sumber Hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum tidak tertulis.
c. Sumber Hukum dasar nasional,
1. Pancasila sebagaimana tertulis dalam pembukaan UUD 1945.
2. Batang tubuh UUD 1945 (Pasal-pasal dalam UUD 1945).

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tersebut setidaknya terdapat tiga subtansi dasar yang diatur. Pertama, mengenai pengertian sumber hukum adalah sumber yang menjadi bahan dalam penyusunan aturan-aturan hukum (peraturan perundang-undangan). Kedua, mengenai jenis sumber hukum dasar nasional Indonesia yang meliputi Pancasila dan Pasal-pasal dalam UUD 1945.

Secara umum sumber hukum tata negara Indonesia dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu Sumber Hukum Materil dan Sumber Hukum Formal.

1. Sumber Hukum Materil
Sumber hukum materil adalah sumber hukum hukum yang menentukan isi hukum. Sumber ini diperlukan ketika akan menyelidiki asal-usul hukum dan menentukan isi hukum. Misalnya, pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang kemudian menjadi falsafah negara merupakan sumber hukum dalam arti materil yang tidak saja menjiwai bahkan dilaksanakan oleh setiap peraturan hukum. Karena pancasila merupakan alat penguji untuk setiap peraturan hukum yang berlaku, apakah ia bertentangan atau tidak dengan pancasila, sehingga peraturan hukum yang bertentangan dengan pancasila tidak boleh berlaku.

Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum juga mengandung pengertian, bahwa semua sumber hukum yang berlaku di Indonesia (baik formal maupun materil) selurunhya bersumber pada Pancasila.

Menurut Tap MPRS No. XX/MPRS/1966, Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum mewujudkan dirinya dalam Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD Proklamasi dan Supersemar 11 Maret 1966.

Di dalam sistem norma hukum negara Indonesia Pancasila merupakan norma fundamental hukum (Staatsfundamentalnorm) yang merupakan norma hukum yang tertinggi, yang kemudian berturut-turut diikuti oleh norma hukum dibawahnya.

Ada beberapa alasan mengenai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dalam arti materiil:

a. Pancasila merupakan isi dari sumber hukum.
b. Pancasila merupakan pandangan hidup dan falsafah negara.
c. Pancasila merupakan jiwa dari setiap peraturan yang dibuat, diberlakukan, segala sesuatu peraturan perundang-undangan atau hukum apa pun yang bertentangan dengan jiwa Pancasila harus dicabut dan dinyatakan.

2. Sumber Hukum Formal

Sumber hukum formal adalah sumber hukum yang dikenal dalam bentuknya. Karena bentuknya itulah sumber hukum formal diketahui dan ditaati sehingga hukum berlaku umum. Selama belum mempunyai bentuk, suatu hukum baru merupakan perasaan hukum dalam masyarakat atau baru merupakan cita-cita hukum, oleh karenanya belum mempunyai kekuatan mengikat.

Sumber-sumber hukum formal meliputi: (1) Peraturan Perundang-undangan (aturan hukum), (2) Kebiasaan (Costum) dan adat, (3) Perjanjian antarnegara (traktat), (4) Keputusan-keputusan hakim (Yurisprudensi), dan (5) Pendapat atau pandangan ahlu hukum (doktrin).

a. Undang-undang
Istilah undang-undang disini berbeda dengan istilah undang-undang dalam undang-undang yang disebutkan dalam hukum tata negara Indonesia. Karena undang-undang dalam hukum tata negara Indonesia adalah produk legislatif presiden (pemerintah) bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat. Seperti ditetapkan Pasal 5 Ayat 1 dan Pasal 20 UUD 1945 yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.

Undang-undang disini dalam arti luas atau dalam istilah Belanda disebut wet. Wet dalam hukum tata negara Belanda, dibedakan dalam dua pengertian, yaitu wet in formelle zin dan wet in materiele zin. Hal yang sama dikemukakan T. J. Buys, bahwa undang-undang mempunyai dua arti antara lain, Pertama undang-undang dalam arti formal, ialah setiap keputusan pemerintah yang merupakan undang-undang karena cara pembuatannya (terjadinya). Misalnya, pengertian undang-undang, menurut ketentuan UUD 1945 hasil amandemen adalah bentuk peraturan yang dibuat oleh pemerintah bersama-sama DPR.

Kedua, undang-undang dalam arti materiil ialah setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk.

Sistem dan Tata Urutan Perundangan Republik Indonesia telah diatur dalam Tap MPRS No. XX/MPRS/1966, yang oleh Tap MPR No. V/MPR/1973 dinyatakan tetap berlaku. Sumber-sumber hukum formal tersebut adalah UUD 1945, dengan tata urutan peraturan perundang-undangan meliputi: (1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), (2) Ketetapan MPRS/MPR, (3) Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), (4) Peraturan Pemerintah (PP), (5) Keputusan Presiden (Kepres), (6) Peraturan-peraturan pelaksana lainnya seperti: Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, Peraturan Daerah (Perda), dan sebagainya.

b. Kebiasaan
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila kebiasaan tertentu diterima masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang perlawanan dengannya dianggap sebagai pelanggaran perasaan hukum, dengan begitu timbullah suatu kebiasaan hukum, yang selanjutnya dianggap sebagai hukum.

c. Traktat
Traktat pada dasarnya adalah perjanjian antar dua negara atau lebih. Berdasarkan negara yang melakukan perjanjian traktat terdiri traktat bilateral dan traktat multilateral.
Traktat sebagai bentuk perjanjian antar negara merupakan sumber hukum formal hukum tata negara walaupun ia termasuk dalam hukum internasional, mempunyai kekuatan mengikat bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian itu. Isi perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian atau terkait perjanjian. Perjanjian antarnegara juga dapat merupakan bagian dari hukum tata negara, apabila menyangkut ketatanegaraan dan telah mempunyai kekuatan mengikat. Traktat yang telah mempunyai kekuatan mengikat adalah traktat yang telah diratifikasi oleh pemerintah dari negara yang mengadakan perjanjian.

d. Doktrin
Doktrin adalah pernyataan atau pendapat para ahli hukum. Dalam kenyataanya pendapat ahli banyak diikuti orang, dan menjadi dasar atau bahkan pertimbangan dalam penetapan hukum, baik oleh para hakim ketika akan memutuskan suatu perkara maupun oleh pembentuk undang-undang. Misalnya dengan mengutip pendapatnya, sehingga putusan pengadilan terasa menjadi lebih berwibawa. 

C. Asas-asas Tata Negara

Dengan berkembangnya kepentingan dari pemerintah pusat, maka untuk kebaikan dan kelancaran serta efektifitas dari Pemerintah maka diadakan pelimpahan kewenangan-kewenangan pada instansi di daerah-daerah yang jauh dari Pemerintahan Pusat, yaitu berupa asas dekonsentrasi, asas desentralisasi dan asas medebewind atau tugas bantauan. Hal tersebut merupakan tugas dari pemerintah berdasar sendi wilayah yang berarti membagi wilayah Negara dalam beberapa daerah kemudian menerapkan sendi-sendi seperti asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi. Selain dari dua asas tersebut, pemerintah juga menggunakan tugas bantuan untuk memperlancar tugas pemerintah didaerah daerah tersebut.

1. Asas Dekonsentrasi

Asas Dekonsentrasi adalah suatu pelimpahan atau tugas dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah atau kepala wilayah. Hal ini tgercantum dalam UU pasal 1 No. 5 tahun 1974. Adapun ciri ciri dari asas dekonsentrasi adalah sebagai berikut:

a. Bentuk pemencaran adalah pelimpahan
b. Pemancaran terjadi kepada pejabat sendiri (perseorangan)
c. Yang di pencar (bukan urusan pemerintah) tetapi wewenang untuk melaksanakan sesuatu.
d. Yang dilimpahkan tidak menjadi urusan rumah tangga.

Dari hal diatas, tidak semua urusan pemerintah dapat diserahkan kepada kepala pemerintah menurut asas desetralisasi ini merupakan salah satu yang membedakan antara asas desentralisai dengan asas dekonsentrasi. Menurut asas dekonsentrasi, segala urusan yang dilimpahkan kepada kepala pemerintah daerah atau pejabat didaerah tetap menjadi tanggung jawab dari pemerintah pusat yang meliputi:

a. Kebijaksanaan
b. Perencanaa
c. Pelaksanaan
d. Pembiyasan
e. Perangkat pelaksanaan

Adapun unsur pelaksanaannya adalah segala instansi vertical yang ada de daerah yang dikoordinir oleh kepala wilayah sebagai alatdekonsentrasi. Kepala wilayah tidak boleh membuat kebijakan sendiri, karena kebijaksanaan terhadap pelaksanaan urusan dekonsentrasi tersebut sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah pusat. . Pelaksanaan asas dekonsentrasi ini melahirkan pemerintahan local administratif. Daerah administratif meliputi tingkat provinsi, kabupaten, dan kecamatan. Pemerintahan administratif diberi tugas untuk melaksanakan urusan-urusan pemerintahan pusat yang ada di daerah. Ditinjau dari wilayah pembagian Negara, asas dekonsentrasi adalah asas yang akan membagi wilayah Negara menjadi daerah-daerah pemerintahan local administratif. Jadi asas dekonsentrasi dapat dilaksanakan jika terdapat organ bawahan yang secara organisator dan hirarkis berkedudukan sebagai bawahan secara langsung dapat dikomando dari atas. Oleh karena itu dalam system ini tidak diperlukan adanya badan perwakilan rakyat daerah, yang menampung suatu rakyat daerah yang bersangkutan, sebab segala kebutuhanya, diurus oleh pemerintah pusat atau atasanya.

2. Asas Desentralisasi

Asas Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah yang menjadi urusan rumah tangganya. Dari segi pemberian wewenangnya asas desentralisasi adalah asas yang akan memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan menangani urusan- urusan tertentu sebagai urusan rumah tangganya sendiri.

Didalam ilmu administrasi Negara, menurut Robert D. Miewald, tema desentralisasi dan sentralisasi terutama mngenai fenomena tentang “ Delegation of Authority and responsibility” yang dapat diukur dari sejauh mana unit-unit organisasi bawahan memilki wewenang dan tanggung jawab didalam proses pengambilan keputusan.

Menurut Bayu Suryaningrat asas desentralisasi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Desentralisasi jabatan yaitu berupa pemencaran kekuasaan dari atas kepada bawahan berhubungan dengan kepegawaian atau jabatan dengan maksud untuk meningkatkan kelancaran kerja.

2. Desentralisasi kenegaraan yaitu berupa penyerahan kekuasaan yang mengatur daerah dalam lingkunganya sebagai usaha untuk mewujudkan asas demokrasi dalam pemerintahan Negara.

Asas desentralisasi kenegaraan dapat di bagi menjadi dua yaitu:

1. Desentralisasi territorial yaitu penyerahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, batas pengaturan yag dimaksud adalah daerahnya sendiri.

2. Desentralisasi fungsional yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus fungsi tertentu. Batas pengaturan tersebut adalah jenis fungsi, misalnya pendudukan, pegairan dan sebagainya.

Berdasarkan pada sistem tata pemerintahan menurut undang-undang dasar 1945, pada prinsipnya asas desentralisasi merupakan pembberian kebebasan untuk membangkitkan keaktifan rakyat melalui wakil-wakilnya dalam badan perwakilan daerah. Sebagai salah pencerminan dari system ini maka daerah mempunyai hak, wewenang menyusun peraturan yang disebut peraturan daerah, mengatur keuanganya yang disebut anggaran pendapatan dan belanja daerah, lain halnya dengan kantor wilayah departemen, lembaga ini tidak berwenang membuat peraturan pemerintah dan juga anggaranya dalam departemen masing-masing, yang terkonsentrasi dipusat.

3. Asas Tuas Bantuan

Asas tugas pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam melaksanakan aurusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah atau pemerintah daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan. Istilah medebewind berasal dari katamede berarti turut serta dan bewind berarti berkuasa, memerintah. Medebewin ini disebut juga serta tantra atau tugas pembantuan.

Atas dasar dekonsentrasi mengingat terbatasnya kemampuan perangkat pemerintah pusat yang berada di daerah. Dan juga ditinjau dari daya guna dan hasil guna, adalah kurang dapat dipertanggung jawabkan, apabila semua uerusan pemerintah pusat didaerah harus dilaksanakan sendiri oleh perangkatnya yang berada didaerah, karena itu akan membutuhkan tenaga kerja yang cukup besar jumlahnya. Lagi pula melihat sifatnya, berbagai urusan sulit untuk dilaksanakan dengan baik, tanpa ikut sertanya pemerintah daerah yang bersangkutan. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut , maka Undang- undang No. 5 Tahun memberikan untuk dilaksanakanya berbagai urusan pemerintah didaerah berdasarkan asas medebewind (tugas pembantuan).

Daerah otonom dapat diserahi untuk menjalankan tugas-tugas pembantuan atau asas medebewind, tugas pembantuan atau medebewind dalam hal ini tugas pembantuan dalam pemerintahan, ialah tugas untuk ikut melaksanakan peraturan-peraturan perundangan m bukan saja yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, tetapi juga yang ditetapkan oleh pemerintah daerah atau pemerintah local yang mengurus rumah tangganya sendiri tingkat atasnya.

Menurut Mr. Tresna, sebenarnya asas medebewind itu termasuk itu termasuk dalam asas desentralisasi dan menurutnya desentralisasi itu mempunyai dua wajah yaitu :

1) Otonomi
2) Medebewind atau disebut Zelfbestuur.

Dengan pengertian otonomi adalah bebas bertindak, dan bukan diperintah dari atas, melainkan semata-mata atas kehendak dan inisiatif sendiri, guna kepentingan daerah itu sendiri.

Sedangkan pengertian medebewind atau tugas pembantuan adalah disebut sebagai wajah kedua dari desentralisasi adalah bahwa penyelenggaraan kepentingan atau urusan tersebut sebenarnya oleh pemerintah pusat tetapi daerah otonom diikutsertakan. Pemberian urusan tugas pembantuan yang dimaksudkan disertai dengan pembiayaanya hal tersebut tercantum dalam pasal 12 Undang-undang No.5 Tahun 1974.


DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Ahmad Sukardja,S.H., M.A. 2012. Hukum Tata Negara  dan Hukum Administrasi Negara dalam perspektif fikih siyasah. Jakarta timur. Sinar Grafika.

Kusnardi. 1981. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: C.V. Sinar Bakti.

Goesniadhie, Kusnu.2010. Tata Hukum Indonesia.Malang : Nasa media.

Soetami, Siti. 2005.Pengantar Tata Hukum Indonesia.Bandung : Refika Aditama.

Dekker, I Nyoman. 1993. Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Suatu Pengantar. Malang: IKIP Malang.

Tutik, Titik troiwulan.2010. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia.Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Isrok. 2011. Ilmu Hukum Tata Negara. Malang: Universitas Brawijaya Fakultas hukum.

Soehino. 2003. Hukum Tata Negara. Yogyakarta: BPFE.

Kusnardi. 1981. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: C.V. Sinar Bakti.






Komentar

  1. Tanggapan saya sebagai mahasiswi, setelah membaca blog ini yang berjudul Hukum Tata Negara Indonesia, blog ini sangat menarik untuk di baca tetapi mengenai Sistem pemerintahan dengan pengawasan langsung oleh rakyat terhadap badan legislatif. Yang dimaksudkan, dalam sistem pemerintahan seperti ini parlemen tunduk kepada kontrol langsung dari rakyat. Kontrol tersebut dilaksanakan dengan cara Referendum, dan ada tiga macam referendum, yaitu:
    1) Referendum Obligator
    2) Referendum Fakultatif
    3) Referendum Konsultatif
    Menurut saya hal ini dapat lebih di perjelaskan lagi seperti pengertian dari 3 macam referendum yang di atas tadi dan bagaimana pelaksanaan dari kontrol tersebut, apakah berjalan sesuai dengan hukum tata negara di indonesia ini atau terdapat penyelewengan dari kegiatan kontrol ini.

    Lalu tentang kajian objek Hukum Tata Negara menurut A.M. Donner yaitu Struktur kelembagaan Negara dan mekanisme hubungan antar organ organ kelembagaan Negara, baik secara vertical maupun secara horizontal dan pertanyaan saya bagaimanakah hubungan yang vertikal dan horizontal itu tolong di jelaskan lagi. Baiklah itu saja yag dapat saya tanggapi selebihnya blog ini sangat baik dan mudah di pahami sehingga bisa menambah wawasan bagi para pelajar mengenai seluruh aspek Hukum Tata Negara, terimakasih.

    BalasHapus

Posting Komentar