Hukum Tata Negara Indonesia
TUGAS HUKUM KONSTITUSI :
"HUKUM TATA NEGARA INDONESIA"
DISUSUN OLEH:
Nama : Mita Ayu Lestari
NIM : 02011381621311
Kelas : Konstitusi kelas B
Fakultas : Hukum
Prodi : Ilmu Hukum
Universitas : Sriwijaya Kampus Palembang
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa. Karena hanya dengan rahmat dan kasihnya tugas blog ini bisa terselesaikan.
Blog ini ditulis untuk memenuhi tugas matakuliah Hukum Konstitusi dengan judul
“HUKUM TATA NEGARA INDONESIA”. Saya selaku penulis
mohon maaf apabila dalam penyusunan tulisan ini masih terdapat banyak
kekurangan,maka dari itu kritik dan saran sangat saya harapkan untuk
kesempurnaan karya selanjutnya.
Penulis,
10 November 2017
Pendahuluan
Ilmu tentang negara sudah didiskusikan sejak zaman Yunani Kuno. Plato dan Aristoteles merupakan peletak dasar dari ilmu tentang negara, yang memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap pemikir-pemikir sesudahnya. Mereka mengembangkan refleksi kritis tentang pengelolaan negara di zamannya sebagai respon atas kebutuhan umat manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Negara ideal yang dibayangkan oleh mereka terbangun dalam konsep-konsep filosofis terbentuknya negera. Plato menulis tentang bentuk negara yang ideal dalam bukunya Politeia dalam bentuk Negara Kota (polis). Menurut Plato, pemimpin negara yang ideal adalah seorang filsuf. Sedangkan Aristoteles melihat negara lebih riil lagi. Dengan meneliti konstitusi yang berlaku dalam polis-polis di Yunani, Aristoteles membedakan tiga bentuk negara, yaitu monarkhi,aristokrasi, dan politeia sebagai bentuk negara yang sempurna. Dengan perspektif yang berbeda, Santo Augustinus berpandangan bahwa negara harus disesuaikan dengan ajaran-ajaran agama. Karena itu, negara ideal menurut Santo Augustinus adalah negara Tuhan (The City Of God). Ilmu tentang Negara mengalami dinamika seiring perubahan-perubahan politik di suatu negara. Kajian yang mendalami Negara dapat ditemukan dalam Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Ilmu Negara, Ilmu Politik, dan lain-lain. Pada dasarnya, Ilmu Negara adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki pokok-pokok dan pengertian tentang negara. Ilmu negara tidak mementingkan bagaimana caranya hukum itu harus diajalankan, karena Ilmu Negara mementingkan teoretisnya. Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara lebih mementingkan nilai-nilai praktisnya. Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara meneliti hukum positif yang berlaku di suatu negara. Hukum Administrasi Negara seringkali dipahami sebagai Hukum Tata Negara dalam arti sempit berdasarkan pertimbangan manfaat. Hukum Administrasi Negara menghendaki bagaimana caranya negara dan organisasinya melaksanakan tugasnya.
Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam tulisan ini adalah :
1. Apa itu ilmu hukum tata negara?
2. Apa itu hukum tata Negara?
3. Sejarah
Ketatanegaraan Republik Indonesia
4. Apa saja ruang lingkup Hukum tata Negara?
5. Sumber hukum tata Negara?
6. Sumber Hukum Tata Negara Indonesia
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan tulisan ini adalah :
1. Dapat mengetahui apa itu Hukum tatanegara
2. Dapat mengetahui apa saja aspek yang dibahas dalam Hukum tata Negara
3. Kita dapat mempelajari secara mendalam semua pembahasan Hukum tatanegara
4. Mengetahui Sumber hukum tata Negara dan Sumber Hukum Tata Negara Indonesia
IA. Ilmu Hukum Tata Negara
1. Peristilahan
Ilmu
Hukum Tata Negara adalah salah satu cabang ilmu hukum yang secara khusus
mengkaji persoalan hukum dalam konteks kenegaraan. Dalam bahasa Perancis, hukum
tata negara disebut Droit Constitutionnel
atau dalam bahasa Inggris disebut Constitutional
Law. Dalam bahasa Belanda dan Jerman, hukum tata negara disebut Staatsrecht, tetapi dalam bahasa Jerman
sering juga dipakai istilah verfas-
sungsrecht (hukum tata negara) sebagai
lawan perkataan verwaltungsrecht (hukum administrasi negara).
Dalam
bahasa Belanda, untuk perkataan hukum tata negara juga biasa dipergunakan
istilah staatsrecht atau hukum
negara (state law). Dalam istilah staatsrecht
itu terkandung 2 (dua) pengertian, yaitu staatsrecht in ruimere zin (dalam arti luas), dan staatsrecht in engere zin (dalam arti
sempit). Staatsrecht in engere zin atau
Hukum Tata Negara dalam arti sempit itulah yang biasa- nya disebut Hukum Tata Negara atau Verfassungsrecht yang dapat dibedakan antara pengertian yang luas
dan yang sempit. Hukum Tata Negara dalam arti luas (in ruimere zin) mencakup Hukum Tata Negara (verfas- sungsrecht) dalam arti sempit dan Hukum Administrasi Negara
(verwaltungsrecht). Prof. Dr.
Djokosoetono lebih menyukai peng-gunaan verfassungslehre daripada verfassungsrecht.
Istilah yang tepat untuk Hukum Tata Negara sebagai ilmu (con- stitutional law)
adalah Verfassungslehre atau teori
kons- titusi. Verfassungslehre inilah
yang nantinya akan men- jadi dasar untuk mempelajari verfassungsrecht, terutama mengenai hukum tata negara dalam arti
positif, yaitu hukum tata negara Indonesia.
Istilah “Hukum Tata Negara” dapat dianggap identik
dengan pengertian “Hukum Konstitusi” yang merupakan terjemahan langsung dari
perkataan Consti- tutional Law (Inggris),
Droit Constitutionnel (Perancis), Diritto Constitutionale (Italia), atau Verfassungsrecht (Jerman). Dari segi
bahasa, istilah Constitutional Law dalam
bahasa Inggris memang biasa diterjemahkan se- bagai “Hukum Konstitusi”. Namun,
istilah “Hukum Tata Negara” itu sendiri jika diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris, niscaya perkataan yang dipakai adalah Con- stitutional Law. Oleh karena itu, Hukum Tata Negara dapat
dikatakan identik atau disebut sebagai istilah lain belaka dari “Hukum
Konstitusi”. Hukum Konstitusi dipahami
lebih sempit daripada Hukum Tata Negara.
Perkataan “Hukum Tata Negara”
berasal dari per- kataan “hukum”, “tata”, dan
“negara”, yang di dalamnya dibahas mengenai urusan penataan negara. Tata yang
terkait dengan kata “tertib” adalah order
yang biasa juga diterjemahkan sebagai “tata tertib”. Tata negara berarti
sistem penataan negara, yang berisi ketentuan
mengenai struktur kenegaraan dan substansi norma kenegaraan. Dengan
perkataan lain, ilmu Hukum Tata Negara dapat dikatakan merupakan cabang ilmu
hukum yang membahas mengenai tatanan struktur kenegaraan, mekanisme hubungan
antar struktur-struktur organ
atau struktur kenegaraan, serta mekanisme hubungan antara struktur
negara dengan warga negara.
Hanya saja,
yang dibahas dalam
Hukum Tata Negara atau Hukum Konstitusi itu sendiri hanya
terbatas pada hal-hal yang berkenaan dengan aspek hukumnya saja. Oleh
karena itu, lingkup bahasannya lebih sempit daripada Teori Konstitusi
sebagaimana yang dianjurkan untuk dipakai oleh Prof. Dr. Djokosoetono, yaitu Verfas- sungslehre atau Theorie der Verfassung. Istilah Verfas-
sungslehre itu, menurut Djokosoetono lebih luas dari- pada Verfassungsrecht. Theorie der Verfassung lebih luas daripada Theorie der Verfassungsrecht. Untuk ke- pentingan ilmu pengetahuan, Djokosoetono menganggap lebih tepat untuk menggunakan istilah
“Teori Konstitusi” daripada “Hukum
Konstitusi” ataupun “Hukum
Tata Ne- gara”. Sebab yang
dibahas di dalamnya adalah persoalan konstitusi dalam arti yang luas dan tidak
hanya terbatas kepada aspek hukumnya, maka yang lebih penting ada- lah Theorie der Verfassung atau Verfassunglehre (Teori Konstitusi),
bukan Theorie der Verfassungsrecht, The-
orie der Constitutionnel Recht (Teori Hukum Konstitusi atau Teori Hukum
Tata Negara), ataupun Theorie der
Gerundgesetz (Teori Undang-Undang Dasar).
Konstitusi atau verfassung
itu sendiri, menurut Thomas Paine dibuat oleh rakyat untuk membentuk pe-
merintahan, bukan sebaliknya ditetapkan oleh peme- rintah untuk rakyat. Bahkan,
lebih lanjut dikatakan oleh Paine bahwa “A
constitution is a thing antecedent to a government and a government is only the
creature of a constitution. Konstitusi itu mendahului pemerintahan, karena
pemerintahan itu justru dibentuk berdasarkan konstitusi. Oleh karena itu,
konstitusi lebih dulu ada daripada pemerintahan.
Pengertian
bahwa konstitusi mendahului peme- rintahan tetap berlaku, meskipun dalam
praktik banyak negara sudah lebih dulu diproklamasikan baru undang- undang
dasarnya disahkan. Misalnya, the Federal
Con-stitution of the United States of America baru disahkan pada tanggal 17
September 1787, yaitu 11 tahun setelah deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat
dari Inggris pada tanggal 4 Juli 1776. Bekas negara federasi Uni Soviet
mengesahkan undang-undang dasarnya (Konsti- tusi Federal) pada tahun 1924, setelah
2 tahun ber- dirinya, yaitu pada 30 Desember 1922.21 Kerajaan Belan- da yang sekarang
juga baru mengesahkan Grondwet pada
tanggal 2 Februari 1814, yaitu setelah 2 bulan dan 11 hari sejak proklamasi
kemerdekaannya dari Perancis pada tanggal 21 November 1813. Republik Indonesia sen- diri yang sudah diproklamasikan sebagai negara merdeka dan
berdaulat pada tanggal 17 Agustus 1945, baru mengesahkan Undang-Undang Dasar
1945 pada tanggal 18 Agustus 1945.
B. Definisi Hukum Tata Negara
Berbagai pandangan para sarjana mengenai definisi
hukum tata negara itu dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut:
a.
Christian van Vollenhoven
Menurut van Vollenhoven, hukum tata negara mengatur
semua masyarakat hukum atasan dan masya- rakat hukum bawahan menurut
tingkatan-tingkatannya, yang masing-masing menentukan wilayah atau lingku- ngan
rakyatnya sendiri-sendiri, dan menentukan badan- badan dalam lingkungan
masyarakat hukum yang ber- sangkutan beserta fungsinya masing-masing, serta menentukan
pula susunan dan kewenangan badan-badan yang dimaksud.
Sebagai murid Oppenheim, van Vollenhoven juga mewarisi pandangan gurunya itu yang
membedakan an- tara hukum tata negara dan hukum administrasi negara. Pembedaan
itu digambarkannya dengan perumpamaan dalam
hukum tata negara,
melihat negara dalam
keadaan diam (in rust),
sedangkan dalam hukum administrasi negara, melihat negara dalam keadaan
bergerak (in beweging).
b.
Paul Scholten
Menurut Paul Scholten, hukum tata negara itu tidak
lain adalah het recht dat regelt de
staatsorgani- satie, atau hukum yang mengatur mengenai tata organisasi
negara. Dengan rumusan demikian, Scholten hanya menekankan perbedaan antara
organisasi negara dari organisasi non-negara, seperti gereja dan lain-lain.
Scholten sengaja membedakan antara hukum tata negara
dalam arti sempit sebagai hukum organisasi negara di satu pihak dengan hukum
gereja dan hukum perkum- pulan perdata di pihak lain dengan kenyataan bahwa
kedua jenis hukum yang terakhir itu tidak memancarkan
otoritas yang berdiri sendiri, melainkan suatu
otoritas
yang berasal dari negara. Jika yang diatur adalah orga- nisasi
negara, maka hukum yang mengaturnya itulah yang disebut sebagai hukum tata
negara (constitutional law). Mengenai
hubungan antara organisasi negara de- ngan warga negara, seperti mengenai soal
hak asasi manusia, belum dipertimbangkan oleh Paul Scholten.
c.
van der Pot
Menurut van der Pot, hukum tata negara adalah
peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan beserta kewenangannya masing-masing, hubungannya satu sama lain, serta
hubungannya dengan individu
warga negara dalam kegiatannya.Pandangan van der Pot ini mencakup pengertian
yang luas, di sam- ping mencakup soal-soal hak asasi manusia, juga men- jangkau
pula berbagai aspek kegiatan negara dan warga negara yang dalam definisi
sebelumnya dianggap sebagai objek kajian hukum administrasi negara.
d.
J.H.A. Logemann
Mirip dengan pendapat Paul Scholten, menurut J.H.A. Logemann, hukum tata negara
adalah hukum yang mengatur organisasi
negara. Negara adalah organi- sasi jabatan-jabatan. Jabatan
merupakan pengertian yuridis dari fungsi,
sedangkan fungsi merupakan pengertian yang bersifat sosiologis. Karena negara merupakan
organisasi yang terdiri atas fungsi-fungsi dalam hubu- ngannya satu dengan yang
lain maupun dalam keseluru- hannya, maka dalam pengertian juridis, negara
merupa- kan organisasi jabatan.
Hukum tata negara
meliputi baik persoonsleer maupun gebiedsleer, dan merupakan suatu
kategori historis, bukan kategori sistematis. Artinya, hu- kum tata negara itu
hanya bersangkut-paut dengan geja- la historis negara.
e.
van Apeldoorn
Hukum tata negara (verfassungsrecht)
dise- butkan oleh van Apeldoorn sebagai staatsrecht
dalam arti yang sempit. Sedangkan dalam arti yang luas, staatsrecht
meliputi pula pengertian hukum administrasi
negara (verwaltungsrecht atau administratiefsrecht). Sebenarnya, van
Apeldoorn sendiri dalam karya- karyanya tidak banyak membahas soal-soal yang
berkenaan dengan hukum tata negara (ver-
fassungsrecht), kecuali mengenai tugas-tugas dan ke- wenangan atau
kewajiban dan hak-hak alat-alat per- lengkapan negara. Dalam berbagai bukunya,
van Apel- doorn malah tidak menyinggung sama sekali mengenai pentingnya
persoalan kewarganegaraan dan hak asasi manusia.
f.
Mac-Iver
Hukum
Tata Negara (constitutional law)
adalah hukum yang mengatur negara, sedangkan hukum yang oleh negara
dipergunakan untuk mengatur
sesuatu selain negara disebut
sebagai hukum biasa (ordinary law).
Menurut Mac Iver:
“... within the sphere of the State, there are two kinds of law. There is
the law which governs the state and there is the law by means of which the
state governs. The former is constitutional law, the latter we may for the sake
of distinction call ordinary law”.
Baginya,
hanya ada dua golongan hukum, yaitu hukum tata negara atau constitutional law dan hukum yang bukan hukum tata negara, yaitu
yang disebutnya sebagai ordinary law.
Hukum Tata Negara (Constitu- tional Law)
merupakan hukum yang memerintah ne- gara, sedangkan Hukum Biasa (Ordinary Law) dipakai oleh negara untuk
memerintah.
g.
Wade and Phillips
Dalam bukunya “Constitutional
Law” yang terbit pada tahun 1939, Wade and Phillips merumuskan “Constitutional law is ... body of rules
which prescribes
(a) the structure, (b) the functions of the organs
of central and local government”. Dalam buku yang sama terbitan tahun 1960,
dinyatakan:
“In the generally accepted of the term it
means the rules which regulate the structure of the principal organs of
government and their relationship to each other, and determine their principal
functions”.
Dalam kedua rumusan tersebut, Wade and Phillips,
yang bukunya terkenal sebagai buku teks yang sangat luas dipakai di Inggris,
menentukan bahwa hu- kum tata negara mengatur alat-alat perlengkapan ne gara,
tugas dan wewenangnya, serta mekanisme hu- bungan di antara alat-alat
perlengkapan negara itu. Dengan perkataan lain, Wade and Phillips juga tidak
mencantumkan pentingnya persoalan kewarganegaraan dan hak asasi manusia sebagai
objek kajian hukum tata negara.
h.
Paton George Whitecross
Dalam bukunya yang berjudul “Textbook of Juris-
prudence”, Paton George Whitecross merumuskan bahwa “Constitutional law deals with the ultimate ques- tions of distribution
of legal power and the functions of the organs of the state”. Hukum Tata Negara itu berhu-
bungan dengan persoalan distribusi kekuasaan hukum dan fungsi organ-organ
negara. Lebih jauh, ia menyatakan:
“In a wide sense, it includes admistrative
law, but it is convenient to consider as a unit for many purposes of the rules
which determine the organzation, power, and duties of administrative
authorities”.
Dalam
arti luas, Hukum Tata Negara itu meliputi juga pengertian Hukum Administrasi
Negara, tetapi untuk lebih mudahnya, Hukum Tata Negara itu dapat dianggap
sebagai suatu cabang ilmu yang dapat dipakai untuk berbagai macam kegunaan
hukum yang menen- tukan organisasi, kekuasaan, dan tugas-tugas otoritas
administrasi.
i.
Maurice Duverger
Menurut
sarjana Perancis, Maurice Duverger, hukum tata negara adalah salah satu cabang
hukum publik yang mengatur organisasi dan fungsi-fungsi po- litik suatu lembaga
negara. Seperti halnya para sarjana lainnya, Maurice Duverger juga hanya
memberikan te- kanan pada aspek keorganisasian serta tugas-tugas dan kewenangan lembaga-lembaga sebagai alat perlengkapan negara. Hal yang lebih
diutamakan oleh Maurice Du- verger dalam definisi yang dikembangkannya tersebut
adalah bahwa hukum tata negara itu (droit
constitu- tionnel) termasuk cabang hukum
publik.
j.
Kusumadi Pudjosewojo
Kusumadi
Pudjosewojo, dalam bukunya “Pedo- man Pelajaran Tata Hukum Indonesia” merumuskan de- finisi yang panjang
tentang Hukum Tata Negara. Menu- rutnya, Hukum Tata Negara adalah hukum yang
me- ngatur bentuk negara dan bentuk pemerintahan, yang menunjukkan masyarakat
hukum yang atasan maupun yang bawahan, beserta tingkatan-tingkatannya yang se-
lanjutnya menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat dari masyarakat-masyarakat
hukum itu dan akhirnya menunjukkan alat-alat perlengkapan yang memegang
kekuasaan penguasa dari masyarakat hukum itu, beserta susunan, wewenang,
tingkatan imbangan dari dan antara alat perlengkapan itu.
Setelah
mempelajari rumusan-rumusan definisi tentang Hukum Tata Negara dari berbagai
sumber ter- sebut di atas, dapat diketahui bahwa di antara para ahli tidak
terdapat kesatuan pendapat mengenai hal ini. Dari pendapat yang beragam itu kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya:
(a)
hukum tata negara itu adalah ilmu yang termasuk
salah satu cabang ilmu hukum, yaitu hukum ke- negaraan yang berada di ranah
hukum publik;
(b)
definisi hukum tata negara telah dikembangkan oleh
para ahli sehingga tidak hanya mencakup kajian me- ngenai organ negara, fungsi
dan mekanisme hu- bungan antar organ negara itu, tetapi mencakup pula persoalan-persoalan yang terkait
dengan mekanisme hubungan antara organ-organ negara itu dengan warga negara;
hukum tata negara tidak hanya merupakan Recht
atau hukum dan apalagi hanya sebagai Wet
atau norma hukum tertulis, tetapi juga adalah lehre atau teori, sehingga pengertiannya mencakup apa yang disebut sebagai verfassungsrecht (hukum konstitusi)
dan sekaligus verfassungslehre (teori
konstitusi); dan
(c)
hukum tata negara dalam arti luas mencakup baik
hukum yang mempelajari negara dalam keadaan diam (staat in rust) maupun yang mempelajari negara dalam keadaan bergerak
(staat in beweging).
Oleh
sebab itu, saya sendiri berpendapat ke dalam pengertian hukum tata negara itu
harus dimasukkan pula faktor konstitusi sebagai objek kajian yang pokok.
Konstitusi, baik dalam arti materiel, formil, administratif, ataupun tekstual,
dalam arti collective minds ataupun
dalam arti civic behavioral realities, adalah
pusat perhatian yang sangat penting dari ilmu hukum tata negara atau the study of the constitutional law.
Konstitusi yang dijadikan objek kajian itu dapat mencakup tiga pengertian,
yaitu:
(a)
Constitutie
in materiele zin yang dikualifikasikan karena isinya, misalnya berisi
jaminan hak asasi, bentuk negara, dan fungsi-fungsi pemerintahan, dan
sebagainya;
(b)
Constitutie
in formele zin yang dikualifikasikan karena pembuatnya, misalnya
oleh MPR; atau
(c)
Konstitusi dalam arti naskah Grondwet sebagai geschreven
document, misalnya harus diterbitkan dalam Lembaran Negara, supaya dapat
menjadi alat bukti dan menjamin stabilitas satu kesatuan sistem rujukan.
Di
samping itu, konstitusi yang dijadikan objek kajian itu dapat berupa
nilai-nilai dan norma yang terkandung dalam teks konstitusi itu sendiri,
ataupun nilai-nilai dan norma yang hidup dalam kesadaran kog nitif atau collective minds dan perilaku segenap
warga negara (civic behaviors). Oleh
karena itu, menurut pen- dapat saya, hukum tata negara itu haruslah diartikan
sebagai hukum dan kenyataan praktik yang mengatur tentang:
1) nilai-nilai
luhur dan cita-cita kolektif rakyat suatu negara;
2) format
kelembagaan organisasi negara;
3)
mekanisme hubungan antar lembaga negara; dan
4) mekanisme hubungan
antara lembaga negara
dengan warga negara.
Dengan demikian, Ilmu Hukum Tata Negara dapat
dirumuskan sebagai cabang ilmu hukum yang mempelajari prinsip-prinsip dan
norma-norma hukum yang tertuang secara tertulis ataupun yang hidup dalam
kenyataan praktik kenegaraan berkenaan dengan (i) konstitusi yang berisi
kesepakatan kolektif suatu komunitas rakyat mengenai cita-cita untuk hidup ber-
sama dalam suatu negara, (ii) institusi-institusi ke- kuasaan negara beserta
fungsi-fungsinya, (iii) me- kanisme hubungan antar institusi itu, serta (iv)
prinsip- prinsip hubungan antara institusi kekuasaan negara dengan warga
negara. Keempat unsur dalam definisi hukum tata negara tersebut di atas, pada
pokoknya adalah hakikat konstitusi itu sendiri sebagai objek utama kajian hukum tata negara (constitutional law).
SEJARAH KETATANEGARAAN REPUBLIK
INDONESIA
2.1 Lahirnya Negara Republik Indonesia
Negara Republik Indonesia lahir pada tanggal 17 Agustus 1945, melalui
pernyataan prokiamasi kemerdekaan Indonesia oleh Dung Karno dan Bung Hatta atas
nama bangsa Indonesia. Dengan demikian, sejak saat itu (17-8-1945) telah lahir
negara baru, yaitu negara Republik Indonesia dan bersamaan dengan itu berdiri
pula tata hukum dan tata negara Indonesia sendiri.
2.2. Lahirnya Pemerintahan Indonesia
Pada tanggal 29 April 1945 pemerintah bala tentara Jepang di Jakarta
membentuk suatu badan yang diberi nama Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai atau Badan
Penyelidik Usah usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Ir. So karno,
Drs. Muhammad Hatta, Mr. A.A. Maramis, A Kusno Tjokrosujoso, Abdulkahar
Muzakir, Haji Agus Sali Mr. Achmad Subardjo, KHA. Wahid Hasjim, dan Mr.
Muhammad Yamin.anggal 22 Juni 1945 BPUPKI berha meryusun naskah rancàngan
Pembukaan UUD 1945 da tanggai 16 Juli 1945 selesai menyusun naskah rancangan
UUD 1945 Setelah itu BPUPKI dibubarkan. Tanggal 9 Agustus 1945 dibentuk badan
baru dengan nama Dokurit Zyunbi Iinkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonsia
(PPKI) . PPKI menyaksikan pula pembacaan naskah proklamasi oleh Bung Karno pada
tanggal. 17 Agustus 1945. Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI bersidang
dan hasilnya menetapkan :
a) Pembukaan UTD 1945.
b) Undang-Undang Dasar 1945 sebagai UUD
negara Republik Indonesia.
c) Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta
masing-masing sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Republik Indonesia.
d) Pekerjaan presiden untuk sementara
dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI bersidang lagi dan hasilnya menetapkan:
a) Membentuk 12 Departemen Pemerintahan.
b) Membagi wilayah Republik Indonesia
menjadi 8 propinsi dan tiap propinsi dibagi menjadi karesidenan-karesidenan.
Dengan selesainya sidang PPKI tanggal 18 dan 19 Agustus 1945 dengan hasil
seperti tersebut di atas, secara formal negara Republik Indonesia telah
memenuhi semua unsur yang diperlukan untuk terbentuknya suatu organisasi negara
yaitu adanya rakyat, wilayah, kedaulatan, dan pemerintahan, serta mempunyai
tujuan negara.
2.3. Sistem Pemerintahan di Indonesia
Pengertian tentang sistem pemerintahan adalah sama dengan pengertian
tentang bentuk pemerintahan. Pengertian tentang bentuk pemerintahan adalah
suatu sistem yang berlaku, yang menentukan bagaimana hubungan antar alat
perlengkapan negara yang diatur oleh konstitusinya
Ada tiga macam sistem pemerintahan:
1. Sistem pemerintahan parlementer adalah
suatu sistem pemerintahan di mana hubungan antara pemegang kekuasaan eksekutif
dan parlemen sangat erat.
2. Sistem pemerintahan presidensil ialah
sistem pemerintahan yang memisahkan secara tegas badan legislatif, ba dan
eksekutif, dan badan yudikatif.
3. Sistem pemerintahan dengan pengawasan
langsung oleh rakyat terhadap badan legislatif. Maksudnya, dalam sistem
pemerintahan seperti ini parlemen tunduk kepada kontrol langsung dan rakyat.
Kontrol tersebut dilaksanakan dengan cara :
a) Referendum, Ada tiga macam
referendum, yaitu:
1) Referendum Obligator
2) Referendum Fakultatif
3) Referendum Konsultatif
b) Usul inisiatif rakyat, yaitu hak
rakyat untuk mengajukan suatu rancangan undang-undang kepada parlemen dan
pemerintah.
Sistem pemerintahan menurut UUD yang pernah berlaku di Republik Indonesia:
a. Menurut Konstitusi RIS.
b. Menurut UUDS 1950.
c. Menurut UUD 1945.
RUANG LINGKUP KAJIAN HTN
Dalam kepustakaan Belanda
perkataan Staatsrecht, dalam bahasa istilah inggeris dikenal dengan
“constitusional law” bahasa prancis droit constitusionnel (hukum Tata Negara)
mempunyai dua macam arti, Pertama sebagai staatsrechtswetenschap (Ilmu Hukum
Tata Negara) kedua sebagai Positif staatsrecht (hukum tata Negara posistif).
Sebagai ilmu HTN ; HTN mempunyai
obyek penyelidikan dan mempunyai metode penyelidikan, sebagaimana dikatakan
Burkens; bahwa obyek penyelidikan Ilmu HTN adalah system pengambilan keputusan
dalam Negara sebagaimana distrukturkan dalam hukum (tata) positif. Seperti UUD
(konstitusi), UU, peraturan tata tertib berbagai lembaga-lembaga negara.
Kedua, positif staatsrecht (hukum
tata Negara positif) yaitu ada berbagai sumber hukum yang dapat kita kaji, HTN
positi mempunyai beberapa sumber hukum ; 1) hk. Tertulis, 2) Hk. Tak tertulis,
3) yurispridensi 4) Pendapat Pakar Hukum Sedangkan Hukum tata negara adalah
sekumpulan peraturan hukum yang mengatur dari pada Negara.
Menurut A.M. Donner (guru besar
belanda; bahwa obyek penyelidikan ilmu HTN yaitu penerobosan Negara dengan
HUkum “ de doordringing van de staat met het recht” artinya Negara sebagai
organisasi kekuasaan/jabatan/rakyat) diterobos oleh aneka ragam Hukum.
Objek Kajiannya adalah:
1. Konstitusi
sebagai hokum dasar beserta berbagai aspek mengenai erkembangannya dalam
sejarah kenedaraan yang bersangkutan, proses pembentukannya dan perubahanyan,
kekuatan mengikatnya dalam peraturan perundang undangan, cakupan substansinya,
ataupun muatan isinya sebagai hokum dasar yang tertulis
2. Pola
pola dasar ketatanegaraan yang dianut dan dijadikan acuan bagi perorganisasian
institusi, pembentukan dan penyelenggaraan organisasi Negara, serta mekanisme
kerja organisasi oeganisasi Negara dalam menjalankan fungsi fungsi pemerintahan
dan pembangunan.
3. Struktur
kelembagaan Negara dan mekenisme hubungan antar organ organ kelembagaan
Negara, baik secara vertical maupun secara horizontal.
4. Prinsip
prinsip kewarga negaraan dab hubungan antara Negara dengan warga Negara beserta
hak hak dan kewajiban asasi manusia, bentuk bentuk prosedur penganbilan
putusan hakim, serta mekanisme melawan putusan hakim.
Sedangkan ilmu HTN dalam arti
sempit menyelidiki :
1. jabatan apa yang terdapat
dalam suatu Negara
2. siapa yang mengadakan
3. bagaimana cara melengkapi
mereka dengan pejabat-pejabat
4. apa yang menjadi tugasnya
5. apa yang menjadi wewenangnya
6. perhubungan kekuasaan satu
sama lain
7. di dalam batas-batas apa
organisasi Negara. Dan bagaimana menjalankan tugasnya.
Dalam membagi HTN dalam arti luas
itu dibagi atas dua golongan hukum, yaitu :
1. Hukum tata Negara dalam arti sempit
1. Hukum tata Negara dalam arti sempit
2. hukum tata usaha Negara
administrative recht)
menurut Van Volenhoven membagi
HTN atas golongan :
1. hukum pemerintahan
(berstuurecht)
2. hukum peradilan (justitierecht ) :peradilan ketatanegaraan , peradilan
perdata. Peradilan tata usaha, peradilan pidana
3. Hukum kepolisian
(politierecht)
4. hukum perundang-undangan
(regelaarecht)
Sumber Hukum Tata Negara
1. Pengertian Sumber Hukum
1. Pengertian Sumber Hukum
Sumber hukum
memilki istilah yang berbeda-beda, tergantung sudut pandang mana sumber hukum
itu dilihat. Paton George Whitecross, dalam bukunya Textbook of Jurisprudence
mengatakan bahwa istilah sumber hukum itu mempunyai banyak arti yang sering
menimbulkan kesalahan-kesalahan kecuali kalau diteliti dengan seksama mengenai
arti tertentu yang diberikan kepadanya dalam pokok pembicaraan (sudut pandang)
tertentu.
Utrecht sendiri
mengatakan, bahwa kebanyakan para ahli memberikan istilah sumber hukum
berdasarkan sudut pandang keilmuannya. Pertama, sumber hukum ditinjau dari
sudut pandang ahli sejarah, sumber hukum memiliki arti; (1) sumber hukum dalam
arti pengenalan hukum, (2) sumber hukum dalam arti sumber dari mana pembentukan
ikatan hukum memperoleh bahan dan dalam arti sistem-sistem hukum dari mana
tumbuh hukum positif suatu negara. Sumber hukum ini berfungsi untuk menyelidiki
perkembangan hukum dari masa ke masa sehingga akan diketahui perkembangan,
pertumbuhan, dan perubahan-perubahan antara hukum yang berlaku di suatu negara.
Kedua, sumber hukum
ditinjau dari sudut para ahli filsafat. Menurut ahli filsafat sumber hukum
diartikan sebagai; (1) Sumber hukum untuk menentukan isi hukum, apakah isi
hukum itu sudah benar, adil sebagaimana mestinya ataukah masih terdapat
kepincangan dan tidak ada rasa keadilan, (2) Sumber untuk mengetahui kekuatan
mengikat hukum, yaitu untuk mengetahui mengapa orang taat kepada hukum.
Ketiga, sumber
hukum ditinjau dari sudut pandang sosiolog dan Antropolog budaya. Menurut ahli
ini yang dianggap sebagai sumber hukum adalah keadaan masyarakat itu sendiri
dengan segala lembaga sosial yang ada didalamnya, bagaimana kehidupan sosial
budayanya suatu lembaga-lembaga sosial didalamnya.
Keempat, sumber
hukum ditinjau dari sudut pandang keagamaan (religius). Menurut sudut pandang
agama, yang merupakan sumber hukum adalah kitab-kitab suci atau ajaran agama
itu.
Kelima, sumber
hukum ditinjau dari sudut ahli ekonomi, yang menjadi sumber hukum adalah apa
yang tampak di lapangan ekonomi.
Keenam, sumber
hukum ditinjau dari sudut para ahli hukum. Menurut ahli hukum sumber hukum
memiliki arti; (1) Sumber hukum formal, yaitu sumber hukum yang dikenal dalam
bentuknya. Karena bentuknya itulah sumber hukum formal diketahu dan ditaati
sehingga hukum berlaku. Misalnya undang-undang, kebiasaan, traktat,
yurisprudensi, dan pendapat ahli hukum (doktrin). (2) Sumber hukum materil,
yaitu sumber hukum yang menentukan isi hukum. Sumber hukum materil diperlukan
ketika akan menyelidiki asal usul hukum dan menentukan isi hukum.
Sumber hukum adalah
segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang
bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi
yang tegas dan nyata.
Dalam ilmu
pengetahuan hukum, pengertian sumber hukum digunakan dalam beberapa pengertian
oleh para ahli dan penulis. Pertama, sumber hukum dalam pengertian sebagai
asalnya hukum ialah berupa keputusan penguasa yang berwenang untuk memberikan
keputusan tersebut. Artinya keputusan itu haruslah berasal dari penguasa yang
berwenang untuk itu. Kedua, sumber hukum dalam pengertian sebagai tempat
ditemukannya peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Bentuknya berupa
undang-undang, kebiasaan, traktat, yurisprudensi atau doktrin dan terdapatnya
dalam UUD 1945, ketetapan MPR, UU, Perpu, PP, Kepres dan lainnya. Ketiga,
sumber hukum dalam pengertian sebagai hal-hal yang dapat atau seyogyanya
memengaruhi kepada penguasa didalam menentukan hukumnya. Misalnya keyakinan
akan hukumnya, rasa keadilan, ataupun perasaan akan hukum.
Sumber Hukum Tata Negara Indonesia
Menurut pasal 1 Tap
MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan menentukan, bahwa:
a. Sumber Hukum
adalah sumber yang dijadikan bahan untuk menyusun peraturan perundang-undangan.
b. Sumber Hukum
terdiri atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum tidak tertulis.
c. Sumber Hukum
dasar nasional,
1. Pancasila
sebagaimana tertulis dalam pembukaan UUD 1945.
2. Batang tubuh UUD
1945 (Pasal-pasal dalam UUD 1945).
Berdasarkan
ketentuan Pasal 1 Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tersebut setidaknya terdapat tiga
subtansi dasar yang diatur. Pertama, mengenai pengertian sumber hukum adalah
sumber yang menjadi bahan dalam penyusunan aturan-aturan hukum (peraturan
perundang-undangan). Kedua, mengenai jenis sumber hukum dasar nasional
Indonesia yang meliputi Pancasila dan Pasal-pasal dalam UUD 1945.
Secara umum sumber
hukum tata negara Indonesia dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu Sumber Hukum
Materil dan Sumber Hukum Formal.
1. Sumber Hukum
Materil
Sumber hukum
materil adalah sumber hukum hukum yang menentukan isi hukum. Sumber ini
diperlukan ketika akan menyelidiki asal-usul hukum dan menentukan isi hukum.
Misalnya, pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang kemudian
menjadi falsafah negara merupakan sumber hukum dalam arti materil yang tidak
saja menjiwai bahkan dilaksanakan oleh setiap peraturan hukum. Karena pancasila
merupakan alat penguji untuk setiap peraturan hukum yang berlaku, apakah ia
bertentangan atau tidak dengan pancasila, sehingga peraturan hukum yang
bertentangan dengan pancasila tidak boleh berlaku.
Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum juga mengandung pengertian, bahwa semua sumber
hukum yang berlaku di Indonesia (baik formal maupun materil) selurunhya
bersumber pada Pancasila.
Menurut Tap MPRS
No. XX/MPRS/1966, Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum mewujudkan
dirinya dalam Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Dekrit Presiden 5 Juli
1959, UUD Proklamasi dan Supersemar 11 Maret 1966.
Di dalam sistem
norma hukum negara Indonesia Pancasila merupakan norma fundamental hukum
(Staatsfundamentalnorm) yang merupakan norma hukum yang tertinggi, yang
kemudian berturut-turut diikuti oleh norma hukum dibawahnya.
Ada beberapa alasan
mengenai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dalam arti materiil:
a. Pancasila
merupakan isi dari sumber hukum.
b. Pancasila
merupakan pandangan hidup dan falsafah negara.
c. Pancasila
merupakan jiwa dari setiap peraturan yang dibuat, diberlakukan, segala sesuatu
peraturan perundang-undangan atau hukum apa pun yang bertentangan dengan jiwa
Pancasila harus dicabut dan dinyatakan.
2. Sumber Hukum
Formal
Sumber hukum formal
adalah sumber hukum yang dikenal dalam bentuknya. Karena bentuknya itulah
sumber hukum formal diketahui dan ditaati sehingga hukum berlaku umum. Selama
belum mempunyai bentuk, suatu hukum baru merupakan perasaan hukum dalam
masyarakat atau baru merupakan cita-cita hukum, oleh karenanya belum mempunyai
kekuatan mengikat.
Sumber-sumber hukum
formal meliputi: (1) Peraturan Perundang-undangan (aturan hukum), (2) Kebiasaan
(Costum) dan adat, (3) Perjanjian antarnegara (traktat), (4)
Keputusan-keputusan hakim (Yurisprudensi), dan (5) Pendapat atau pandangan ahlu
hukum (doktrin).
a. Undang-undang
Istilah
undang-undang disini berbeda dengan istilah undang-undang dalam undang-undang
yang disebutkan dalam hukum tata negara Indonesia. Karena undang-undang dalam
hukum tata negara Indonesia adalah produk legislatif presiden (pemerintah)
bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat. Seperti ditetapkan Pasal 5 Ayat 1 dan
Pasal 20 UUD 1945 yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.
Undang-undang
disini dalam arti luas atau dalam istilah Belanda disebut wet. Wet dalam hukum
tata negara Belanda, dibedakan dalam dua pengertian, yaitu wet in formelle zin dan
wet in materiele zin. Hal yang sama dikemukakan T. J. Buys, bahwa undang-undang
mempunyai dua arti antara lain, Pertama undang-undang dalam arti formal, ialah
setiap keputusan pemerintah yang merupakan undang-undang karena cara
pembuatannya (terjadinya). Misalnya, pengertian undang-undang, menurut
ketentuan UUD 1945 hasil amandemen adalah bentuk peraturan yang dibuat oleh
pemerintah bersama-sama DPR.
Kedua,
undang-undang dalam arti materiil ialah setiap keputusan pemerintah yang
menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk.
Sistem dan Tata
Urutan Perundangan Republik Indonesia telah diatur dalam Tap MPRS No.
XX/MPRS/1966, yang oleh Tap MPR No. V/MPR/1973 dinyatakan tetap berlaku.
Sumber-sumber hukum formal tersebut adalah UUD 1945, dengan tata urutan
peraturan perundang-undangan meliputi: (1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945),
(2) Ketetapan MPRS/MPR, (3) Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu), (4) Peraturan Pemerintah (PP), (5) Keputusan Presiden
(Kepres), (6) Peraturan-peraturan pelaksana lainnya seperti: Peraturan Menteri,
Instruksi Menteri, Peraturan Daerah (Perda), dan sebagainya.
b. Kebiasaan
Kebiasaan adalah
perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama.
Apabila kebiasaan tertentu diterima masyarakat dan kebiasaan itu selalu
berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang perlawanan
dengannya dianggap sebagai pelanggaran perasaan hukum, dengan begitu timbullah
suatu kebiasaan hukum, yang selanjutnya dianggap sebagai hukum.
c. Traktat
Traktat pada
dasarnya adalah perjanjian antar dua negara atau lebih. Berdasarkan negara yang
melakukan perjanjian traktat terdiri traktat bilateral dan traktat
multilateral.
Traktat sebagai
bentuk perjanjian antar negara merupakan sumber hukum formal hukum tata negara
walaupun ia termasuk dalam hukum internasional, mempunyai kekuatan mengikat
bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian itu. Isi perjanjian mengikat
pihak-pihak yang mengadakan perjanjian atau terkait perjanjian. Perjanjian
antarnegara juga dapat merupakan bagian dari hukum tata negara, apabila
menyangkut ketatanegaraan dan telah mempunyai kekuatan mengikat. Traktat yang
telah mempunyai kekuatan mengikat adalah traktat yang telah diratifikasi oleh
pemerintah dari negara yang mengadakan perjanjian.
d. Doktrin
Doktrin adalah
pernyataan atau pendapat para ahli hukum. Dalam kenyataanya pendapat ahli
banyak diikuti orang, dan menjadi dasar atau bahkan pertimbangan dalam
penetapan hukum, baik oleh para hakim ketika akan memutuskan suatu perkara
maupun oleh pembentuk undang-undang. Misalnya dengan mengutip pendapatnya,
sehingga putusan pengadilan terasa menjadi lebih berwibawa.
C. Asas-asas Tata Negara
Dengan
berkembangnya kepentingan dari pemerintah pusat, maka untuk kebaikan dan
kelancaran serta efektifitas dari Pemerintah maka diadakan pelimpahan
kewenangan-kewenangan pada instansi di daerah-daerah yang jauh dari
Pemerintahan Pusat, yaitu berupa asas dekonsentrasi, asas desentralisasi dan
asas medebewind atau tugas bantauan. Hal tersebut merupakan tugas dari
pemerintah berdasar sendi wilayah yang berarti membagi wilayah Negara dalam
beberapa daerah kemudian menerapkan sendi-sendi seperti asas desentralisasi dan
asas dekonsentrasi. Selain dari dua asas tersebut, pemerintah juga menggunakan
tugas bantuan untuk memperlancar tugas pemerintah didaerah daerah tersebut.
1. Asas Dekonsentrasi
Asas Dekonsentrasi
adalah suatu pelimpahan atau tugas dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah atau kepala wilayah. Hal ini tgercantum dalam UU pasal 1 No. 5 tahun
1974. Adapun ciri ciri dari asas dekonsentrasi adalah sebagai berikut:
a. Bentuk pemencaran
adalah pelimpahan
b. Pemancaran
terjadi kepada pejabat sendiri (perseorangan)
c. Yang di pencar
(bukan urusan pemerintah) tetapi wewenang untuk melaksanakan sesuatu.
d. Yang dilimpahkan
tidak menjadi urusan rumah tangga.
Dari hal diatas,
tidak semua urusan pemerintah dapat diserahkan kepada kepala pemerintah menurut
asas desetralisasi ini merupakan salah satu yang membedakan antara asas
desentralisai dengan asas dekonsentrasi. Menurut asas dekonsentrasi, segala
urusan yang dilimpahkan kepada kepala pemerintah daerah atau pejabat didaerah
tetap menjadi tanggung jawab dari pemerintah pusat yang meliputi:
a. Kebijaksanaan
b. Perencanaa
c. Pelaksanaan
d. Pembiyasan
e. Perangkat
pelaksanaan
Adapun unsur
pelaksanaannya adalah segala instansi vertical yang ada de daerah yang
dikoordinir oleh kepala wilayah sebagai alatdekonsentrasi. Kepala wilayah tidak
boleh membuat kebijakan sendiri, karena kebijaksanaan terhadap pelaksanaan
urusan dekonsentrasi tersebut sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah pusat. .
Pelaksanaan asas dekonsentrasi ini melahirkan pemerintahan local administratif.
Daerah administratif meliputi tingkat provinsi, kabupaten, dan kecamatan.
Pemerintahan administratif diberi tugas untuk melaksanakan urusan-urusan
pemerintahan pusat yang ada di daerah. Ditinjau dari wilayah pembagian Negara,
asas dekonsentrasi adalah asas yang akan membagi wilayah Negara menjadi
daerah-daerah pemerintahan local administratif. Jadi asas dekonsentrasi dapat
dilaksanakan jika terdapat organ bawahan yang secara organisator dan hirarkis
berkedudukan sebagai bawahan secara langsung dapat dikomando dari atas. Oleh
karena itu dalam system ini tidak diperlukan adanya badan perwakilan rakyat
daerah, yang menampung suatu rakyat daerah yang bersangkutan, sebab segala kebutuhanya,
diurus oleh pemerintah pusat atau atasanya.
2. Asas
Desentralisasi
Asas Desentralisasi
adalah penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat
atasnya kepada daerah yang menjadi urusan rumah tangganya. Dari segi pemberian
wewenangnya asas desentralisasi adalah asas yang akan memberikan wewenang
kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan menangani urusan- urusan tertentu
sebagai urusan rumah tangganya sendiri.
Didalam ilmu
administrasi Negara, menurut Robert D. Miewald, tema desentralisasi dan
sentralisasi terutama mngenai fenomena tentang “ Delegation of Authority and
responsibility” yang dapat diukur dari sejauh mana unit-unit organisasi bawahan
memilki wewenang dan tanggung jawab didalam proses pengambilan keputusan.
Menurut Bayu
Suryaningrat asas desentralisasi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Desentralisasi
jabatan yaitu berupa pemencaran kekuasaan dari atas kepada bawahan berhubungan
dengan kepegawaian atau jabatan dengan maksud untuk meningkatkan kelancaran
kerja.
2. Desentralisasi
kenegaraan yaitu berupa penyerahan kekuasaan yang mengatur daerah dalam
lingkunganya sebagai usaha untuk mewujudkan asas demokrasi dalam pemerintahan
Negara.
Asas desentralisasi
kenegaraan dapat di bagi menjadi dua yaitu:
1. Desentralisasi
territorial yaitu penyerahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri, batas pengaturan yag dimaksud adalah daerahnya sendiri.
2. Desentralisasi
fungsional yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus fungsi
tertentu. Batas pengaturan tersebut adalah jenis fungsi, misalnya pendudukan,
pegairan dan sebagainya.
Berdasarkan pada
sistem tata pemerintahan menurut undang-undang dasar 1945, pada prinsipnya asas
desentralisasi merupakan pembberian kebebasan untuk membangkitkan keaktifan
rakyat melalui wakil-wakilnya dalam badan perwakilan daerah. Sebagai salah
pencerminan dari system ini maka daerah mempunyai hak, wewenang menyusun
peraturan yang disebut peraturan daerah, mengatur keuanganya yang disebut
anggaran pendapatan dan belanja daerah, lain halnya dengan kantor wilayah
departemen, lembaga ini tidak berwenang membuat peraturan pemerintah dan juga
anggaranya dalam departemen masing-masing, yang terkonsentrasi dipusat.
3. Asas Tuas
Bantuan
Asas tugas
pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam melaksanakan aurusan
pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah atau
pemerintah daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggung jawabkan
kepada yang menugaskan. Istilah medebewind berasal dari katamede berarti turut
serta dan bewind berarti berkuasa, memerintah. Medebewin ini disebut juga serta
tantra atau tugas pembantuan.
Atas dasar
dekonsentrasi mengingat terbatasnya kemampuan perangkat pemerintah pusat yang
berada di daerah. Dan juga ditinjau dari daya guna dan hasil guna, adalah
kurang dapat dipertanggung jawabkan, apabila semua uerusan pemerintah pusat
didaerah harus dilaksanakan sendiri oleh perangkatnya yang berada didaerah,
karena itu akan membutuhkan tenaga kerja yang cukup besar jumlahnya. Lagi pula
melihat sifatnya, berbagai urusan sulit untuk dilaksanakan dengan baik, tanpa
ikut sertanya pemerintah daerah yang bersangkutan. Atas dasar
pertimbangan-pertimbangan tersebut , maka Undang- undang No. 5 Tahun memberikan
untuk dilaksanakanya berbagai urusan pemerintah didaerah berdasarkan asas
medebewind (tugas pembantuan).
Daerah otonom dapat
diserahi untuk menjalankan tugas-tugas pembantuan atau asas medebewind, tugas
pembantuan atau medebewind dalam hal ini tugas pembantuan dalam pemerintahan,
ialah tugas untuk ikut melaksanakan peraturan-peraturan perundangan m bukan
saja yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, tetapi juga yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah atau pemerintah local yang mengurus rumah tangganya sendiri
tingkat atasnya.
Menurut Mr. Tresna,
sebenarnya asas medebewind itu termasuk itu termasuk dalam asas desentralisasi
dan menurutnya desentralisasi itu mempunyai dua wajah yaitu :
1) Otonomi
2) Medebewind atau
disebut Zelfbestuur.
Dengan pengertian
otonomi adalah bebas bertindak, dan bukan diperintah dari atas, melainkan
semata-mata atas kehendak dan inisiatif sendiri, guna kepentingan daerah itu
sendiri.
Sedangkan pengertian medebewind atau tugas pembantuan adalah disebut sebagai wajah kedua dari desentralisasi adalah bahwa penyelenggaraan kepentingan atau urusan tersebut sebenarnya oleh pemerintah pusat tetapi daerah otonom diikutsertakan. Pemberian urusan tugas pembantuan yang dimaksudkan disertai dengan pembiayaanya hal tersebut tercantum dalam pasal 12 Undang-undang No.5 Tahun 1974.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Ahmad Sukardja,S.H., M.A. 2012. Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dalam perspektif fikih siyasah. Jakarta timur. Sinar Grafika.
Kusnardi. 1981. Pengantar Hukum Tata
Negara Indonesia. Jakarta: C.V. Sinar Bakti.
Goesniadhie, Kusnu.2010. Tata Hukum
Indonesia.Malang : Nasa media.
Soetami, Siti. 2005.Pengantar Tata
Hukum Indonesia.Bandung : Refika Aditama.
Dekker, I Nyoman. 1993. Hukum Tata Negara
Republik Indonesia, Suatu Pengantar. Malang: IKIP Malang.
Tutik, Titik troiwulan.2010. Konstruksi
Hukum Tata Negara Indonesia.Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Isrok. 2011. Ilmu Hukum Tata Negara.
Malang: Universitas Brawijaya Fakultas hukum.
Soehino. 2003. Hukum Tata Negara.
Yogyakarta: BPFE.
Kusnardi. 1981. Pengantar Hukum Tata
Negara Indonesia. Jakarta: C.V. Sinar Bakti.
Tanggapan saya sebagai mahasiswi, setelah membaca blog ini yang berjudul Hukum Tata Negara Indonesia, blog ini sangat menarik untuk di baca tetapi mengenai Sistem pemerintahan dengan pengawasan langsung oleh rakyat terhadap badan legislatif. Yang dimaksudkan, dalam sistem pemerintahan seperti ini parlemen tunduk kepada kontrol langsung dari rakyat. Kontrol tersebut dilaksanakan dengan cara Referendum, dan ada tiga macam referendum, yaitu:
BalasHapus1) Referendum Obligator
2) Referendum Fakultatif
3) Referendum Konsultatif
Menurut saya hal ini dapat lebih di perjelaskan lagi seperti pengertian dari 3 macam referendum yang di atas tadi dan bagaimana pelaksanaan dari kontrol tersebut, apakah berjalan sesuai dengan hukum tata negara di indonesia ini atau terdapat penyelewengan dari kegiatan kontrol ini.
Lalu tentang kajian objek Hukum Tata Negara menurut A.M. Donner yaitu Struktur kelembagaan Negara dan mekanisme hubungan antar organ organ kelembagaan Negara, baik secara vertical maupun secara horizontal dan pertanyaan saya bagaimanakah hubungan yang vertikal dan horizontal itu tolong di jelaskan lagi. Baiklah itu saja yag dapat saya tanggapi selebihnya blog ini sangat baik dan mudah di pahami sehingga bisa menambah wawasan bagi para pelajar mengenai seluruh aspek Hukum Tata Negara, terimakasih.